Untuk mencapai tujuan dalam sebuah politik kiranya perlu memadukan beberapa ilmu didalamnya. Salah satu yang terpenting adalah psikologi, karena sejatinya partai yang menjadi kendaran politik adalah sebuah organisasi besar, yang membutuhkan pengikut yang banyak.
Semakin banyak pengikut, maka semakin bergairah sebuah partai tersebut, tentunya untuk menarik dukungan dibutuhkan keahlian didalam berorasi. Tidak hanya itu semata, seorang pemimpin harus mengetahui dikandang mana ia sedang berada atau berbicara.
Disinilah para pembesar partai perlu menerapkan ilmu psikologi, dengan melihat budaya setempat. Perlu siasat tertentu didalam menjaring masyarakat agar ikut serta dan menjadi simpatisan dalam sebuah partai.
Perlu keterangan sedetil-detilnya tentang kondisi sebuah wialyah, baik itu tentang, makanan, cara berpakaian, hingga kebiasaan seperti apa yang berlaku di wilayah tersebut. Jangan sekali-kali berlaku sekehendak hati dalam mengusai sebuah wilayah, lakukan sebagaimana kata bijak yang sering kita dengar "dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung".Â
Apa yang terjadi sama Puan Maharini, merupakan sebuah kegagalan dalam berorasi, sangat jauh ketinggalan dibandingkan dengan kakeknya. Dia tak mampu merapkan apa yang disebut dengan sikap hangat dan bersahabat ketika menyampaikan pesan dalam sebuah komunikasi.
Puan lebih cenderung bersikap penuh kuasa, ketimbang mecoba untuk memahami karakter sebuah wilayah. Akhirnya apa yang dihasilkan dari narasi yang gagal tersebut, jangankan mencapai tujuan untuk memerahkan Sumbar dalam pilkada 2020.
Malahan ia dan partainya harus menelan pil pahit, dengan dikembalikannya surat rekomendasi dukungan oleh Mulyadi-Ali Mukhni. Selaku pasangan calon Gubernur Sumbar.
Efek Pernyataan Puan Bagi Partainya
Setelah puan memberikan pernyatannya kepada masyarakat Sumatera Barat (Sumbar). Dengan ucapan kurang lebih seperti berikut "semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila". Pernyataan itu sungguh sangat melukai orang sumbar.
Sekilas, barang kali memang tidak terlalu berpengaruh terhadap partai PDI-P, karena provinsi tersebut mungkin tidak terlalu penting bagi mereka untuk pilpres mendatang. Tanpa Sumbar pun, di pulau Jawa suara partai PDI-P mampu menutupi kekurangan daerah lain, bahkan bisa dikatakan lebih.
Tapi disisi lain perlu disikapi serius, karena cagub atas nama Ir. H. Mulyadi yang direkom PDI-P, merupakan kader dari partai Demokrat. Ini akan membuat ketegangan baru bagi kedua politikus senior yaitu SBY dan Megawati.
Sebagaimana diketahui hubungan keduanya belum benar-benar baik, sejak pilpres 2004 lalu. Ini jelas merugikan bagi Megawati dan partainya, ibaratnya luka lama belum sembuh, kini datang anaknya membuat luka baru dengan pernyataannya tersebut, sehingga berefek kepada SBY.
Efek Pernyataan Puan Bagi Dirinya
Puan Maharani, adalah salah satu nama yang masuk dalam bursa calon presiden. Menurut survey yang dirilis oleh Indometer, dirinya berada pada posisi dengan urutan ke 11 diantara  Gatot Nurmantyo dan Mahfud MD. Disinyalir dengan pernyataan tersebut bisa saja semakin membuat elektabilitasnya menjadi melorot.
Jika elektabilitasnya semakin melorot spertinya Megawati, tidak mau merekomnya sebagai calon presiden ataupun wakil. Walaupun ia sedang dipersiapkan untuk melanjutkan dinasti Soekarno. Megawati dikenal sebagai King Maker yang sangat lihai dalam memainkan percaturan politik di negeri ini.
Instingnya kuat, itu dibuktikan dengan keberhasilannya dalam meproduksi beberapa kepala derah. Tak terkcuali juga Jokowi yang telah mejadi presiden selama dua priode, itu tak terlepas dari campur tangannya dalam bermaian politik.
Jadi jika Puan tidak mampu menampakan personal branding dengan baik, bisa saja Megawati melakukan merekomendasikan Ganjar Pranowo, atau Tri Rismaharani. Atau kader terbaik lainnya sebagai utusan dari PDI-P untuk capes/cawapres di pilpres mendatang.
Puan Perlu Belajar Banyak
Setiap orang dalam proses politik praktis, tentunya pernah melalui fase yang kurang baik, atau bahasa gamblangnya pernah berbuat salah. Dan itu bagi sebagian politikus menjadi pelajaran berharga baginya untuk terus melangkah sembari memperbaiki kesalahan tersebut.
Begitupun kiranya dengan Puan, harus legowo terhadap kritikan dan belajar dari kesahan ini. Hendaknya kedepan dirinya harus betul betul selektif dalam bermain kata-kata. Tidak asal mejustifikasi sebuah wilayah, sehingag menuai kontroversi dan merugikan dirinya sendiri dan partainya.
Penulis rasa tidak susah bagi seorang Puan untuk memantapkan orasinya, apa lagi dalam dirinya memang mengalir darah Soekarno seorang orang orator ulung dan sekaligus presiden pertama Indonesia.
Apa lagi saat ini posisi Puan adalah sebagai ketua DPRI, jabatan yang sangat bergengsi, tentunya ia harus tampil dengan tutur kata yang mampu mengajak anggota nya bersemangat dalam melakukan upaya-upaya untuk mensejahterakan rakyat. Semua itu hanya akan terwujud dengan orasi yang memiliki esensi nilai yang berkualitas.
Banda Aceh, 6 September 2020
Moehib Aifa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H