SUNGGUH...
Hal ni benar-benar tak ingin saya ingat. namun jelas sekali saya ingat tentang pikiran yang menjadi landasan saya untuk bertanya. Mungkin Anda yang membaca ini sedikit pusing apa yang sebenarnya saya bicarakan, ya wajar! karena memang yang menulispun pusing dibuat oleh kejadian sepele ini. Untuk lebih memperjelas apa yang saya maksud mari saya jelaskan sedikit banyak apa yang terjadi... Mari ke TKP!
Berawal dari niat saya untuk melakukan transaksi di bilangan Jakarta Selatan dengan menggunakan sistem transfer di salah satu Anjungan Tunai Mandiri atau bahasa kerennya "ATM". ATM ini berada di dalam POM bensin, biasanya ATM ini sering sekali dipadati oleh nasabah yang mengantri panjang. Antrian panjang ini seringkali mengganggu dan tidak enak dilihat karena tidak rapi dan tertibnya nasabah saat mengantri. Namun dengan cekatannya pihak pengelola memberikan batas pagar dengan bentuk "rantai". ya mungkin seringkali kita melihat pagar pembatas yang terbuat dari rantai yang membentuk alur antrian agar ketertibannya tetap terjaga. Namun kondisi alur rantai itu dibuat menyamping jadi secara otomatis depan pintu ATM terhalang rantai yang menjulur kesamping bukan kedepan artinya antriannya menyamping bukan dari depan ke belakang. Tapi bukan rantai yang menjadi masalah utamanya, tapi perlakuan saya pada rantai itu yang nanti jadi pikiran saya.
Saat itu, keadaan ATM itu sendiri masih sepi sekali alias kosong antrian, melihat itu dalam hati saya sungguh senang sekali. Karena tidak harus menunggu antrian yang panjang seperti biasa. Dalam pikirku yang sedikit cerdik ini, kenapa harus saya memutar dulu jalur dari samping sana, sepertinya akan lebih cepat jika saya loncati saja rantai ini dan "HUPLAH" langsung di depan pintu ATM. Tak perlu repot-repot memutar lagi mengikut "Aturan Antrian Bisu" si rantai ini. Tanpa pikir panjang dan tanpa merasa bersalah, saya loncati saja dengan riang gembira dan mempercepat urusan transaksi di ATM ini dengan riang gembira pula. Sampai selesaipun, tidak terlihat adanya antrian dibelakang saya, maka saya juga ga perlu repot-repot membayangi wajah-wajah orang yang selalu terlihat 'tidak bersahabat'. maka, sekali lagi. Saya meloncati lagi rantai yang tadi saya loncati, namun disinilah keajaiban kejadian ini terjadi.
Sesaat saya ingin meloncati rantai ini ternyata ada seorang PRIA paruh baya berjenggot bersorban dan berjubah putih yang sedang berjalan didepan saya yang kemungkinan berjalan menuju ke mushola di POM Bensin itu. Siapapun yang melihatnya pun pasti segan dan sungkan untuk menatap matanya, tapi entah kenapa saya tidak merasa segan untuk melihatnya. Beliau melihat saya yang baru saja keluar dari pintu ATM, beliau memberikan seulas senyuman kepada saya, dan saya balas dengan diam sambil cuek meloncati rantai. Sesaat saya berhasil dengan indah meloncati rantai, beliau tertawa sambil berjalan, dan berkata lirih kepada saya "Luar Biasa!". dan terus meneruskan langkah kakinya melewati saya.
Luar Biasa??? Â Hewan jenis apa itu?!
JUJUR..
pertama kali mendengar kalimat  itu, respon saya di raut wajah saya hanya diam. Tapi di balik raut wajah yang diam, tersembunyi pertanyaan yang "Luar Biasa!" juga! apa makna dari Pria berjubah itu, apa yang ada dalam pikirannya sehingga mengeluarkan kalimat yang seharusnya diucapkan pada orang yang hanya meloncati rantai antrian ATM?? ini aneh.. sungguh aneh.. yang aneh ini SAYA atau PRIA itu???
Sembari berjalan pulang, saya merenungkan kata itu dalam-dalam. Apakah benar saya salah?atau Apakah benar saya melakukan sesuatu yang Luar Biasa? Dalam diam saya berpikir mencari jawaban, setelah dipikir-pikir dengan otak polos saya, saya tidak merasa melakukan sesuatu yang luar biasa serta sesuatu yang menghasilkan prestasi gemilang dengan hanya meloncati pagar rantai itu. Orang tidak melakukan suatu yang hebat ko malah dibilang Luar biasa. berarti saya menyimpulkan saya tidaklah aneh, tapi Pria itu yang aneh. Saya tertawa senang dalam hati dengan kesimpulan sederhana.
Tetapi memang sepertinya Tuhan tidak mengijinkan saya menerima kesimpulan sederhana itu begitu saja, saya mendapat ilham dari hati nurani saya. Bahwasanya, sebenarnya saya lah yang aneh. Wah, ini berasa tak adil. tapi setelah dipikir, saya melihat adanya pelanggaran kecil atas aturan yang telah dibuat oleh manusia dimana tujuan aturan itu untuk membantu terbentuknya suatu kondisi yang nyaman dan tertib. Saya berkaca pada kondisi di luar negeri, tidak perlu jauh-jauh, Singapura contohnya, disana buang permen karet sembarangan saja mendapatkan hukuman. Artinya pelanggaran sepele itu cerminan rasa disiplin dan cinta ketertiban terhadap hal yang lebih besar. Logikanya seperti ini, Jika dari aturan kecil saja kita sudah patuh dan taat, pastilah kita mampu menghargai aturan yang lebih besar nantinya.
Jujur, dari renungan kecil seperti itu saja saya malu kepada diri saya sendiri, kenapa dari hal kecil saja saya sudah sangat lihai melanggar, bagaimana nanti saya mendapati diri saya dalam masalah yang lebih besar. Aturan besar apalagi yang mungkin bisa saya langgar dan semakin melakukan hal yang tidak terpuji lagi. Membayangkan saya melakukannya saja sudah sangat malu, apalagi benar-benar terjadi mungkin sudah tidak tahu malu lagi jadinya.
Semua lagi-lagi terserah persepsi kita semua, apakah kita akan membiasakan diri kita untuk terus menerus melanggar dan membiasakan diri kita untuk melanggar hal-hal kecil dengan alasan yang selalu tidak masuk akal yaitu 'lebih instan'. banyak sekali contoh yang bisa kita ambil diperilaku saudara sebangsa kita ini sebagai makhluk yang "LUAR BIASA!". Contoh :
- Sudah dibangun jembatan penyebrangan dengan tujuan keselamatan penyebrang jalan,TAPI masih banyak yang   "LUAR BIASA!" menyebrang jalan tanpa jembatan itu.
- Sudah diberlakukan perda dilarang merokok ditempat yang sudah ditentukan, TAPI masih banyak yang "LUAR BIASA!"  merokok tanpa peduli perda tersebut.
- Sudah diberlakukan aturan penumpang dilarang menaiki atap kereta saat menumpang karena membahayakan dan memang tidak sedap untuk dilihat orang, TAPI masih banyak yang "LUAR BIASA!" selalu naik dan tidak peduli dengan aturan yang ada.
- Dan masih banyak yang "LUAR BIASA!" lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Aturan itu memang seperti pagar rantai yang saya loncati itu, artinya aturan itu diadakan bertujuan baik dan demi kepentingan bersama. Memang benar banyak aturan yang tidak memiliki landasan hukum yang jelas ketika dilakukan, mungkin hanya dalam bentuk teguran. Tegurannya pun sederhana dan tidak mengikat. Membuat si pelanggar yang "LUAR BIASA!" ini masih terus melanggar tanpa sadar apa efek yang telah dilakukannya. salah satu efek tersadis yang bisa dihasilkan ialah bukanlah kejadian yang membahayakan , tetapi efek guru alias mengajarkan jauh lebih banyak orang-orang polos dan generasi muda yang tidak tahu apa-apa untuk melanggar aturan yang ada menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan. Semakin sering dilakukan, maka semakin negara ini menjadi tidak menghormati dan mencintai negeri kita sendiri. Kita menikmati kemunduran bukan kemajuan yang selama ini kita dambakan.
Yaah, mungkin efek rantai ini benar-benar mengajarkan kepada saya, bagaimana saya bisa memberikan kontribusi atas kecintaan dan penghargaan terhadap orang atau oknum yang sudah repot-repot atau sudah lelah memikirkan aturan untuk kepentingan dan kemajuan bersama. setelah saya pikir-pikir lagi lebih dalam, ternyata mendapatkan pahala itu mudah sekali. Tidak perlu kita melulu bermuka baik dan berlaku baik didepan orang, tapi melakukan sesuatu untuk kebaikan dan kemajuan bersama dengan menaati aturan yang adapun itu sudah mendapatkan pahala. Insya Allah.
Semoga apa yang menjadi pengalaman dan renungan saya ini menjadi pelajaran saya khususnya untuk lebih terbiasa berkata "LUAR BIASA!" kepada orang-orang yang "meloncati pagar rantai" seperti saya nantinya, dan berharap mereka dapat berpikir dan merenungkan dalam-dalam atas apa yang sudah dilakukannya.
Dan saya mengucapkan Terima Kasih sebesar-besarnya kepada "Pria Luar Biasa" yang senantiasa membagikan ilmu "LUAR BIASA!" kepada saya hanya dengan dua kata indah ditambah tanda seru itu sudah mampu memberikan inspirasi dan pemikiran yang mendalam tentang arti kebenaran dan kemajuan yang berarti. Terima Kasih sekali lagi, semoga pahala dan amal perbuatannya selalu dicatat oleh Sang Pencipta. Amin.
-Magister_Moeda-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H