Ia sekarang sudah bahagia bersama perempuan cantik yang ia anggap sebagai tunangannya. Namanya Lusiana, akrab dipanggil Ana. Aku, Alex, dan Ana, dulunya adalah teman satu kelompok di kelas matematika.
Setelah aku dan Alex saling mengenal satu sama lain, timbul benih-binih perasaan antara kita yang ber-ending hubungan tanpa status. Sedangkan Ana, melanjutkan studinya di luar negeri. Lebih tepatnya di negeri Sakura, Jepang. Itu karena desakan orang tuanya. Tapi entah mengapa ia dan Alex sekarang bisa tunangan? Dunia ini memang sempit. Gumamku.
"Putri, aku ingin kau menjadi pendamping hidupku, pertama dan terakhir."
Itulah salah salah satu janji Alex yang pernah ia utarakan kepadaku 8 tahun lalu.
Aku masih ingat betul ucapan-ucapannya. Ketika itu, aku dan Alex berada di caffe ternama di Bekasi. Ia memasangkan cincin emas warisan keluarganya itu di jari manisku. Ia juga berani mengecup keningku di tengah-tengah kerumunan orang.
Kadang aku tersenyum, kadang aku meneteskan air mata, saat mengingat semua hal itu. Sekarang semua itu telah menjadi kenangan yang menyisakan luka mendalam.
Sejak Alex tahu keadaanku akibat kecelakaan itu, ia tidak lagi menyukaiku dan tidak pernah menemuiku. Bahkan ia merasa jijik saat melihatku, dengan tiga goresan besar di bagian wajah dan kaki yang hanya menyisakan setengah paha. Ia juga telah memblokir semua akunku di sosmednya. Aku hanya bisa mengintipnya dengan akun samaranku yang telah diprivasi.
"PUTRIII." Teriak pemilik kos-kosan.
"Ow no, aku belum membayar cicilan bulanan." Aku mengepak dahiku.
"Heh Putri, kapan kamu bayar cicilannya? Kamu sudah telat dua minggu." Matanya melototiku, seakan-akan mau keluar dari kelopaknya.
"Maaf bu, beri aku tambahan waktu. Pekan depan aku pasti akan melunasinya."