Hana membuka matanya. Hembusan angin yang sejuk membuatnya terbangun. Tubuh kecilnya masih terbaring di atas hamparan rumput nan hijau. Namun, ia tampak kebingungan. Tempat itu sangat asing di matanya.
Hana bangun dan melemparkan pandangannya ke penjuru arah. Namun, yang ia tangkap hanyalah hamparan taman yang luas dihiasi dengan jutaan bunga berwarna-warni.
Tak lama dari renungnanya, Hana melihat sosok pria berjubah putih dengan hoodie yang menutupi kepala dan separuh wajahnya. Tinggi pria itu kurang lebih dua meter. Ia mirip orang Spanyol, berkulit putih kemerah-merahan dengan kumis yang agak tebal. Hana tampak cemas saat melihat laki-laki berjubah itu melangkah menuju ke arahnya.
“Akhirnya aku menemukanmu. Berjam-jam aku mengelilingi taman yang luas ini untuk mencarimu.” Laki-laki itu menyapa Hana, seolah-olah mereka sudah kenal lama. Hana yang masih lugu, memasang rasa takut pada laki-laki asing itu. Ia hanya terdiam seribu bahasa memandanginya.
“Jangan takut! Aku tidak akan menyakitimu.” Laki-laki itu berusaha meyakinkan Hana, kalau dia bukan orang jahat.
“K-kamu siapa?” Tanya Hana gugup.
“Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang terpenting, sekarang kau harus ikut denganku.” Laki-laki itu menyodorkan tangannya kepada Hana, dengan melemparkan senyuman tipis di wajahnya. Dengan perasaan takut, Hana menyulurkan tangan mungilnya kepada laki-laki itu dan mengikuti arah langkah laki-laki itu berjalan.
Sepoyan angin sejuk membuat rambut Hana yang berombak berkibar. Perlahan, ketakutan Hana pudar. Keelokan ragam mawar yang ada di sekitarnya telah menyihir suasana hati gadis kecil itu menjadi ceria.
“Paman.”
Laki-laki berjubah itu menghentikan langkah kakinya.
“Iya” Sahutnya.
“Boleh aku minta sesuatu?”
“Apa itu?” Tanya laki-laki misterius itu.
“Aku ingin memetik bunga mawar itu.” Jari telunjuk Hana menunjuk salah satu mawar berwarna merah cerah. Bunga mawar itu tampak berbeda dengan yang lain. Ukurannya lebih besar dan bentuknya mirip mahkota yang sering dipakai oleh sosok Princes di film cartoon disney.
Laki-laki itu pun menjulurkan tangannya ke arah bunga mawar yang di tunjuk Hana. Tak selang lama, mawar itu terbang perlahan dan mendarat tepat di tangannya.
Hana terdiam, mencoba mencerna kejadian menakjubkan yang baru ia lihat, sampai laki-laki itu memberikan mawarnya kepada Hana.
Hana sangat bahagia mendapatkan bunga mawar itu. Berulang-ulang kali ia menghirup aroma wangi dari mawar yang ia pegang.
“Mari kita lanjutkan!” Ajak si laki-laki berjubah.
Hana pun mengiakan ajakannya dengan menganggukkan kepala, lalu mereka berdua meneruskan perjalanan.
***
Melewati tempat yang dipenuhi tumbuhan-tumbuhan rindang dengan ragam buah yang semuanya tampak matang. Menyebrangi aliran sungai yang begitu jernih dengan macam ikan hias yang tampak dari permukaan. Semuanya terlihat aneh, seolah-olah Hana berada di negeri dongeng.
“Kalau boleh tahu, kenapa kau bisa sampai ke sini?” Tanya laki-laki itu.
Hana yang kebingungan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Terakhir kali, apa yang kau lakukan?”
Hana terdiam sejenak, mengingat-ingat apa yang ia lakukan terakhir kali.
“Seingatku, terakhir kali aku berbaring di suatu ruangan. Kala itu, aku dikerumuni beberapa orang dengan pakaian serba putih. Seolah-olah aku dibuat bahan percobaan.”
“Bahan percobaan ya.” Laki-laki itu mengulangi perkataan Hana.
“Menurut paman, apa itu penyebab aku berada di sini?”
Belum sempat menjawab, laki-laki itu menghentikan langkahnya. “Kita sudah sampai.”
Mata Hana berbinar, saat melihat apa yang ada di depannya. Di depan sana terlihat bangunan megah layaknya istana. Di sekitar bangunan itu, terdapat kerumunan anak kecil yang seumuran dengan Hana sedang asyik bermain.
"Paman, itu tempat apa?"
"Itu tepat bermain untuk anak-anak baik sepertimu."
"Benarkah?" Hana tampak senang mendengar jawaban dari laki-laki itu.
Lantas laki-laki itu tersenyum dan menganggukkan kepala.
"Tunggu apa lagi, kenapa kau tidak ke sana?"
Hana terdiam, seakan-akan ada sesuatu yang ia pikirkan. Raut wajah Hana menjadi datar.
"Paman, apakah mamaku juga bisa ke sini?" Tanya Hana.
Laki-laki itu tidak menjawab sepatah kata pun.
"Paman, aku ingin pulang!" Pinta Hana.
Laki-laki itu termenung.
"Pamaaan" Hana menarik-narik jubah laki-laki itu.
"Ada satu cara. Tapi ini sangat berbahaya. Apakah kau bersedia?"
Hana mengangguk ringan, seolah tidak yakin dengan tindakannya.
"Di belakang bangunan itu, terdapat portal ruang dan waktu yang bisa mengantarmu pulang ke rumahmu. Tapi..."
"Tapi apa paman?" Hana memotong pembicaraan.
"Aku tidak yakin kau bisa melewatinya. Siapapun yang masuk ke dalam portal itu akan terombang-ambing oleh mesin waktu dan dapat membuatnya tersesat. Kalau kau tidak bisa berhasil melewatinya, kau tidak akan bisa pulang untuk selama-lamanya."
Dalam hati Hana mulai tumbuh benih-benih keraguan untuk memasuki portal itu.
"Bagaimana, apakah kau bersedia?" Laki-laki itu bertanya kedua kalinya.
"I-iya paman, aku siap."Hana berusaha meyakinkan dirinya untuk masuk ke dalam portal waktu.
"Kalau begitu, mari ikut aku! Akan kutunjukkan terpat portal itu berada."
Mereka pun menuju ke tempat portal itu, melewati bangunan megah berwarna putih salju, dengan hiasan batu permata kecil di sekelilingnya.
"Paman, gedung ini milik paman?" Tanya Hana.
"Bukan, aku hanyalah penjaga di sini." Jawabnya.
Laki-laki itu berhenti tepat di pinggir pusaran lubang hitam yang agak besar, kira-kira cukup untuk dimasuki dua orang dewasa.
"Kita sudah sampai. Ada pertanyaan terakhir, sebelum kita berpisah?"
"Nama paman siapa?"
"Ridwan." Jawab laki-laki itu singkat.
Hana memejamkan kedua matanya dan melangkahkan kakinya perlahan menuju portal itu.
"Hanaaa, Hanaaa, kau dengar suara mama?"
"Mamaaa." Hana membuka matanya perlahan.
"Dokter, Hana sudah sadar."
Beberapa orang berpakaian putih memeriksa kondisi Hana.
"Maaah, mama jangan pergi, jangan jadikan aku bahan percobaan!" Hana mencekal erat tangan mamanya.
"Iya sayang, mama gak akan ninggalin kamu."
Tamat...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H