Mohon tunggu...
Moch. Wahyudi
Moch. Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar

Konten sajian yang diharapkan berguna untuk asupan pengetahuan bagi rekan-rekan guru dan para pecinta literasi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

2.2.a.3 Mulai dari Diri Modul 2.2 Refleksi : Kompetensi Sosial dan Emosional Diri Maupun Murid

24 Juni 2024   06:45 Diperbarui: 24 Juni 2024   06:48 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi Foto Kegiatan di Sekolah

Refleksi Sosial dan Emosional

Selama menjadi pendidik, Anda tentu pernah mengalami sebuah peristiwa yang dirasakan sebagai sebuah kesulitan, kekecewaaan, kemunduran, atau kemalangan, yang akhirnya membantu Anda bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

  • Apa kejadiannya, kapan, di mana, siapa yang terlibat, apa yang membuat Anda memilih merefleksikan peristiwa tersebut, dan bagaimana kejadiannya?

Saya ingin menceritakan kasus yang ketika itu saya ditugaskan sebagai guru bidang studi Pendidikan Agama Islam pada Tahun 2016 silam. Lembaga dimana saya diterima saat itu adalah lembaga pendidikan swasta yang di dalamnya terdapat dewan guru dan peserta didik dari berbagai latar belakang suku dan agama. Awal perjalanan terasa begitu indah karena sambutan lisan salah seorang pemilik lembaga “ini adalah Indonesia kecil, maka silahkan bapak berselancar dengan bidang keilmuan yang bapak ampu untuk anak-anak di sekolah ini”.

Seiring berjalannya waktu, perlahan tapi pasti perubahan demi perubahan terjadi dengan alur koginitif yang dipahami oleh siswa dan sebagian dewan guru saat itu, dan tampilan religius atas implementasi materi keagamaan yang dalam hal ini adalah pendidikan agama Islam mulai tampak aplikatif.

Sebagai pengampu mata pelajaran tentunya saya sangat bahagia atas sajian yang tampak indah di pandang mata, dengan sekian siswa putri sudah mulai menutup auratnya dengan menggunakan seragam sekolah panjang, siswa laki-laki mulai tampak dengan celana panjangnya, dan sekian dewan guru yang beragama Islam pun mengenakan jilbab.

Selang waktu berjalan, pihak yayasan memanggil saya untuk mengklarifikasi atas apa yang tercipta. Sekian pertanyaan konfirmasi pun saya jawab sesuai dengan ilmu yang saya ampu di sekolah itu saat itu, dan memang demikian seharunya diajarkan dan disampaikan.

Upaya diskusi tidak berjalan sesuai harapan, aplikasi disiplin ilmu dan implementasi kognitif sebagai seorang guru dan siswa muslim/ah rupanya tidak diberi ruang. 

Sekian waktu batasan demi batasan mulai diberlakukan, ruang salat berjam’ah ditiadakan, kegiatan amaliah sunah dilarang, melalui bidang kesiswaan siswa diperintahkan untuk menggunakan seragam sesuai aturan sekolah {meskipun anak sudah akil baligh tetap menggunakan seragam rok pendek dan celana sekolah pendek bagi laki-laki}.

Sebab kemudian saya berkewajiban untuk menjadi guru profesional atas tanggung jawab pengajaran, maka apa yang saya lakukan adalan atas dasar disiplin ilmu bukan untuk mencari perdebatan ataupun perbedaan bahkan merubah visi lembaga. Maka aturan demi aturan saya ikuti, dan setiap kegiatan keagamaan baik itu PHBI atau program-program keislaman tetap saya berjalankan.

Singkat cerita, akhir tahun ajaran saat itu saya diberhentikan dengan alasan yang sangat tidak masuk akal. Dan atas pemberhentian itulah kemudian orang tua siswa dan dewan guru turut memberikan reaksinya; dari pengalaman ini saya mendapatkan pelajaran bahwa ternyata tidak semua hal baik itu bisa diterima dalam ranah keberagaman, sikap teloransi rupanya juga masih tetap melihat situasi dan kondisi bukan lagi bertolok pada bidang pengetahuan.

  • Bagaimana Anda menghadapi krisis tersebut (coping)? Bagaimana Anda dapat bangkit kembali (recovery) dan bertumbuh (growth) dari krisis tersebut?

Pengalaman pahit yang mengecewakan diri saya pribadi, reaktif orang tua siswa dan guru yang secara tidak langsung mereka pun kecewa atas putusan sepihak yang diberikan pihak yayasan, tidak serta merta membuat saya meradang dan terpuruk pada posisi itu.

Saya terima keputusan yang diberikan, saya mencoba pengertian kepada para orang tua siswa dan dewan guru yang datang untuk konfirmasi dan mengajak upaya banding, namun mengalah untuk menang lebih saya pilih. 

Sebab saya sadar betul, pada kejadian itu ada campur tangan oknum guru yang memang tidak sepakat dengan apa yang saya lakukan sebagai guru bidang studi pendidikan agama Islam sehingga kemudian berbagai upaya fitnah pun diciptakan hingga bermuara pada surat putusan.

Awal tahun ajaran 2017-2018 saya memilih untuk hijrah {berpindah}. Saya bergabung pada salah satu sekolah dasar negeri atas ajakan seorang senior yang dulu pernah belajar bersama di salah satu pondok pesantren ternama di daerah ponorogo – Jawa Timur.

Meskipun keadaan sekolah berikutnya sangat berbeda jauh dengan sekolah sebelumnya baik dari segi fisik bangunan, budaya, jumlah siswa. Tapi kemudian saya berjalan dengan pesan dari guru saya untuk tetap menjadi diri yang bermanfaat untuk maslahat orang banyak, maka ritme saat itu saya jalani hari demi hari.

Perbedaan budaya dan kerja tim yang sangat berbeda sedikit membuat idealisme saya berontak, tapi berjalannya waktu dan dengan saya mencoba menekan dalam-dalam idealisme tersebut dan mengutamakan kebersamaan juga kolaborasi bersyukur saya kepada Allah SWT hingga saat ini saya menulis pun saya masih di sekolah yang sama dengan perjalanan waktu kurang lebih tujuh tahun.

Sejak 2018 saya berusaha bangkit dan membersamai peserta didik dengan apa yang saya bisa, kolaborasi menciptakan inovasi dan perubahan bersama pimpinan dan dewan guru yang meskipun tidak mudah membangun kebersamaan dan kesamaan prakarsa, tapi dengan sikap konsisten alhamdulillah lambat laun kondisi dan budaya kerja pun berubah kearah yang jauh lebih baik.

Gambarkan diri Anda setelah melewati krisis tersebut.

  • Apa hal terpenting yang telah Anda pelajari dari krisis tersebut?
  • Bagaimana dampak pengelolaan krisis tersebut terhadap diri Anda dalam menjalankan peran sebagai pendidik?

Hal penting yang saya pelajari dari krisis tersebut adalah semakin menguatnya pribadi saya dalam menghadapi kondisi sosial murid. Saya juga menjadi lebih percaya diri menghadapi beberapa kasus selanjutnya karena dari kasus ini saya belajar bagaimana saya harus melakukan koordinasi dengan seluruh pihak yang ada di sekolah.

Sebagai pendidik saya merasa saya harus memberikan layanan terbaik kepada murid-murid saya. Saya harus lugas dan tidak bertele-tele jika seandainya ada permasalahan murid agar murid yang bermasalah menyadari sendiri kesalahannya dan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Sebagai pendidik, Anda tentu pernah bertemu murid yang memiliki pemahaman diri, ketangguhan, atau kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Setujukah Anda bahwa faktor-faktor tersebut membantu ia menjalani proses pembelajaran dengan lebih optimal di sekolah? Jelaskan jawaban Anda dengan bukti atau contoh yang mendukung.

Saya sangat setuju. Murid yang memiliki pemahaman diri, ketangguhan atau kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain akan lebih mudah memahami arah hidupnya sehingga dia bisa lebih mudah dalam mengatur dirinya. 

Kemudian ia juga bisa mengidentifikasi kelemahannya sendiri sehingga dia bisa menjadikannya kekuatan untuk terus maju. Hubungan positif dengan orang lain akan membuat seorang mempunyai tingkat kepercayaan diri yang baik sehingga dapat menjalani proses pembelajaran yang baik di sekolah.

Pengalaman saya menjadi guru bidang studi mempunyai murid yang akrab di panggil Dina. Dia adalah seorang murid pindahan dari salah satu daerah di Jawa Barat. Awal masuk ia menjadi pribadi yang sangat pendiam, cenderung sulit berbahasa Indonesia dengan baik, dan memiliki paras yang unik dari siswa lainnya. 

Dina adalah anak dari seorang ibu asli Indonesia dan ayah yang berasal dari luar Indonesia sehingga parasnya pun turun ke murid atas nama Dina {hai anak bule} demikian murid-murid cenderung bercengkrama dalam keseharian. 

Hal tersebut tidak membuat Dina menjadi minder atau malu, setiap hari selalu ada perubahan-perubahan yang nampak darinya seperti kemampuan dialog dengan bahasa Indonesia, keakraban dalam berteman, sampai sikap tidak mudah marah saat temen-temennya berceloteh. Justru sebaliknya, ia selalu berusaha mengembangkan dirinya dengan belajar, menjalin relasi yang baik dengan sesama murid dan guru.

  • Dari kedua refleksi di atas, apa yang dapat Bapak/Ibu simpulkan tentang hubungan antara kompetensi sosial dan emosional dengan keberhasilan dalam pengelolaan krisis Anda dan pembelajaran murid Anda?

Dengan menjalin relasi yang baik, komunikasi yang jelas, emosi yang terkontrol, maka kemudian seseorang akan memahami karakter diri dan orang-orang sekitarnya. Hal demikian akan membuat seseorang akan tahu tentang apa yang dia inginkan dan apa kelebihan kontribuasi yang sudah dilakukan kepada orang-orang sekitar dalam menyelesaikan suatu persoalan atau permasalahan dengan baik.

  • Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apa yang Anda harapkan untuk pembelajaran selanjutnya ? Silahkan kemukakan Harapan bagi diri sendiri!

Harapan saya sebagai pendidik, semoga mendapatkan kesempatan untuk kemudian terus andil dalam menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif dengan memperhatikan kondisi emosional dan sosial peserta didik.

  • Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apa yang Anda harapkan untuk pembelajaran selanjutnya ? Silahkan kemukakan Harapan bagi murid-murid Anda ?

Saya berharap dapat menuntun murid saya untuk kemudian bisa berproses bahagia dan optimal dalam menjalankan perannya sebagai pelajar yang unggul, kompetitif dan kompeten dalam menghadapi keanekaragaman sifat dan sikap orang-orang yang ditemuinya baik di internal sekolah ataupun dikehidupan sosial kemasyarakatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun