Beberapa waktu yang lalu Ibu Pertiwi dibuat gempar atas penampilan putri terbaik bangsa yang berhasil mengukirkan namanya di kancah internasional melalui kemampuan vokal yang dimilikinya. Penampilannya sotak membuat dunia berdecak kagum. Ia adalah Putri Ariani seorang gadis berusia 17 tahun penyandang disabilitas tunanetra yang berhasil meraih tiket golden buzzer setelah menampilkan bakatnya yang memukau banyak orang tersebut. Dalam dentum-detak historis yang tidak terelakkan, ia menjadi perbincangan hangat baik nasional maupun internasional.
Selain Putri, pasti masih banyak anak bangsa yang memiliki kemampuan dan impian yang luar biasa di tengah keterbatasannya sebagai disabilitas. Namun, kerap kali mimpi itu terasa sulit dicapai karena kondisi mereka yang kurang mendukung. Walaupun demikian bukankah setiap masalah pasti ada solusinya? tentu fakta tersebut tidak mustahil untuk diwujudkan.Â
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dan Universal Declaration of Human Rights oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan pada dasarnya setiap manusia memiliki hak yang sama untuk mewujudkan impiannya. Sesungguhnya kebijakan ini sudah kuat untuk memutuskan bahwa seluruh umat manusia mendapatkan perlakuan sama tanpa memandang perbedaan. Tak ayal, di luar sana masih terdapat ketimpangan yang nyata. Salah satunya fasilitas pendidikan.
Perlu kita ketahui, pendidikan merupakan aspek penting dalam mempersiapkan dan membentuk generasi muda bangsa dengan membangkitkan semangat mereka agar siap untuk menjadi penerus bangsa di masa yang akan datang, tak terkecuali para penyandang disabilitas. Pemerintah menanggapi persoalan ini dengan mengesahkan Undang-Undang penyandang disabilitas sebagai landasan hukum dan pedoman pelaksanaan pendidikan inklusif. Kebijakan ini sebagai bentuk dukungan dan apresiasi pemenuhan hak penyandang disabilitas yang sering kali dilupakan di bidang pendidikan.
Hal ini sejalan dengan dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2, "Setiap warga berhak mendapatkan pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya." Sementara itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) menegaskan, "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu."
Undang-undang inilah yang menjadi bukti pentingnya pendidikan inklusivitas di tengah masyarakat. Namun, adanya dasar hukum tidak menjamin terlaksananya hukum tersebut di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya angka pendidikan bagi penyandang disabilitas. Badan Pusat Statistik (2020) mencatat bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin menurun angka partisipasinya jauh dibandingkan masyarakat non-disabilitas.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2021, baru 12,26 persen dari total penyandang disabilitas usia 5-19 tahun yang jumlahnya hampir 2,2 juta orang menikmati layanan pendidikan formal. Mengacu pada data tersebut, sangat disayangkan karena belum semua penyandang disabilitas usia anak menikmati layanan pendidikan formal di sekolah luar biasa ataupun sekolah inklusi.Â
Padahal, pendidikan inklusi di sekolah-sekolah reguler menjadi harapan untuk dapat memperluas akses pendidikan yang bermutu bagi anak-anak yang menyandang disabilitas. Sistem pendidikan yang memberi kesempatan kepada semua anak yang memiliki keterbatasan untuk dapat mengikuti proses pembelajaran layaknya siswa pada umumnya merupakan pengertian dari pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif berperan penting dalam meningkatkan kreativitas dan prestasi para penyandang disabilitas. Dengan memberikan kesempatan pendidikan yang setara, pendidikan inklusif memberdayakan individu penyandang disabilitas untuk menunjukkan bakat dan kemampuan unik mereka. Ketika penyandang disabilitas dimasukkan dalam lingkungan pendidikan arus utama, mereka akan dihadapkan pada berbagai ide, perspektif, dan pengalaman yang dapat merangsang kreativitas mereka dan menumbuhkan rasa inklusivitas.
Selain itu, pendidikan inklusif mendorong kolaborasi dan kerja tim, memungkinkan siswa penyandang disabilitas untuk bekerja bersama rekan-rekan mereka yang bukan penyandang disabilitas, menumbuhkan rasa memiliki dan percaya diri serta mencapai kesuksesan akademis, sehingga memungkinkan mereka untuk menjadi kontributor aktif bagi masyarakat.Â
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memprioritaskan dan mendorong pendidikan inklusif untuk mengangkat dan menginspirasi individu penyandang disabilitas untuk mengejar minat mereka dan mencapai potensi mereka sepenuhnya.
Dengan demikian, pemerintah seharusnya menggencarkan pemerataan pendidikan inklusif di seluruh penjuru bumi nusantara agar seluruh penyandang disabilitas dapat mengenyam pendidikan layaknya siswa non-difabel lainnya dengan mudah. Seperti yang dilakukan oleh MAN 2 Yogyakarta yang sudah terlebih dahulu menciptakan lingkungan yang inklusif dengan menyediakan ULD (Unit Layanan Disabilitas), buku, dan Al-Quran braille, ramphal, aksesibilitas kursi roda, guide blok, serta toilet yang sesuai. Fasilitas inilah yang patut disoroti oleh berbagai sekolah di Indonesia.
Sayangnya, pendidikan inklusif di Indonesia, baik sekolah negeri maupun madrasah, masih mengalami beberapa hambatan, salah satunya kurangnya fasilitas di lingkungan pendidikan yang memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas. Dewa Ayu Yulia Widyantari, seorang penyandang disabilitas tuna daksa yang mengungkapkan "Kadang tempatnya itu full tangga semua, tidak ada akses yang memadai untuk kursi roda" ungkapnya.
 Ungkapan tersebut menjadi bukti bahwa pemenuhan hak penyandang disabilitas di sektor pendidikan masih kurang memadai bagi para penyandang disabilitas. Bahkan faktanya menurut Muhammad Zain lembaga pendidikan islam yaitu madrasah hanya ada 77 madrasah inklusif dengan rincian Raudhatul Athal sebanyak 11 unit, Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 50 unit, Madrasah Tsanawiyah sebanyak 15 unit, dan Madrasah Aliyah sebanyak 1 unit.
Fakta diatas seharusnya disoroti pemerintah untuk pemenuhan hak penyandang disabilitas agar sektor pendidikan dapat dengan mudah diakses oleh penyandang disabilitas. Bukan hal yang mustahil jika permasalahan ini segera diselesaikan maka akan membangkitkan kembali semangat para penyandang disabilitas untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya karena tidak mungkin Tuhan menciptakan manusia tanpa kelebihan maupun kekurangan, sudah seharusnya tugas kita hanyalah mendorong para penyandang disabilitas untuk membangkitkan kembali semangat mereka untuk mengejar impiannya  sehingga suatu hari nanti diharapkan golden buzzer dalam sektor lainnya dapat diraih oleh para penyandang disabilitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H