Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kilas Balik Pembangunan Kota Cilegon (Bagian 1), Periode Babad Alas

10 Mei 2022   06:00 Diperbarui: 10 Mei 2022   06:05 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 27 April 2022 lalu, Cilegon baru saja merayakan Ulang Tahun yang ke 23. Hari jadi Kota Cilegon ditetapkan tanggal 27 April 1999 merujuk pada tanggal dilantiknya penjabat Walikota Cilegon Rifa'i Halir setelah  disahkannya UU No. 15 tahun 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon.

Lahirnya Kota Cilegon bukan sekedar peningkatan status Kota Administratif menjadi Kotamadya, tetapi menjadi barometer tentang arti sebuah perjuangan masyarakat Cilegon yang diwadahi  Lembaga Peduli Masyarakat Cilegon (LPMC). 

Motor penggerak Lembaga tersebut adalah tokoh tokoh Cilegon seperti H.Tb. A'at Syafaat, H.Mufrodi Muhsin, H.Hambasi Abdullah dan lainnya yang ingin melepaskan diri dari keterkungkungan birokrasi pemerintahan Kabupaten Serang.

Dalam konteks birokrasi, Kota Adninstratif merupakan bagian dari Pemerintah Kabupaten  Serang, dalam pelaksanaan pemerintahan Kota Adminstratif tidak punya kewenangan penganggaran sehingga sulit untuk membuat program pembangunan, semua masih tergantung dari Kabupaten Serang.

Saat itu, alokasi anggaran  dari APBD Kabupaten Serang untuk pembangunan Cilegon sangat minim, bahkan bisa dikatakan sangat memprihatinkan, padahal kurang lebih 50% PAD Kabupaten Serang berasal dari Wilayah Cilegon.

Cilegon saat itu sudah menjadi daerah Industri. Pengaruh Industri sangat luar biasa. Industri di Cilegon seolah menjadi bagian regulator dalam birokrasi pemerintahan. Kondisi seperti ini pernah juga terjadi pada saat zaman Kesultanan Banten, kala itu  kaum pedagang bisa mempengaruhi kebijakan politik penguasa,

Dengan peristiwa 27 April 1999, Cilegon memulai babak baru dalam melaksanakan politik kekuasaan, Industri harus mengikuti regulasi yang di buat penguasa, tak  bisa lagi bertindak semaunya,  

Namun demikian, pemerintah tak menafikkan bahwa Cilegon yang sudah menjadi daerah industri, secara bersamaan berkembang pula perdagangan dan Jasa. Makanya, setelah H.Tb. A'at Syafaat di lantik secara resmi sebagai Walikota pertama hasil pemilihan, visi politik pembangunannya  adalah Peningkatan Ekonomi yang bertumpu pada Industri, Perdagangan dan Jasa.

Bisa di bilang, periode kepemimpinan  H.Tb. A'at Syafaat yang pertama adalah periode babad alas dalam meletakkan dasar dasar pembangunan Cilegon lantaran belum didukung anggaran yang memadai, bahkan untuk fasilitas pelaksanaan pemerintahanpun hanya menggunakan gedung eks Kantor Kota Adminstratif, semntara DPRD menggunakan gedung peninggalan Belanda eks kantor Afdeling --sekarang Rumah Dinas Walikota--. Dengan demikian Walikota harus pandai mencari terobosan pembangunan dalam rangka membangun Cilegon disemua bidang.

Dengan visi diatas, Pemerintah  Daerah Cilegon membuat program untuk kesejahteraan masyarakat dan juga bisa mendukung Industri Perdagangan dan Jasa. Atas dasar kesepakatan bersama, dibuatlah program prioritas, salah satunya adalah membangun Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang membentang dari PCI hingga Ciwandan.

Pembangunan JLS menjadi penting lantaran pusat kota Cilegon hanya dilalui  jalan nasional yang menghubungkan Cilegon Anyer dan Merak. Sementara mobilitas kendaraan bercampur baur, mobilitas penduduk, angkutan karyawan, angkutan Industri, kendarasam Wisata dll. Intinya Kota Cilegon menjadi jalur utama lalu lintas kendaraan.

Pertama kali  JLS dibangun, muncul pro kontra, tapi pemerintah daerah dibawah kepemimpinan Walikota H.Tb. A'at Syafaat bersama sama dengan DPRD Cilegon,  tetap berkeyakinan bahwa jika JLS ini selesai, dampaknya akan luar biasa, disamping bisa mengurai kemacetan dalam kota, bisa mendukung angkutan industri dan berpengaruh pula  bagi perkembangan ekonomi masyarakat.  Almarhum H.Tb. Aat Syafaat --ketika masih menjabat Walikota,-- sering mengatakan, masyarakat jual pisang atau hasil pertanian lain juga bisa hidup.

Pro kontra dalam politik pemerintahan merupakan hal biasa sebagai bagian tak terpisahkan dari demokrasi. Mereka yang menolak tak lain adalah kelompok yang secara politis berseberangan dengan Walikota,  makanya mereka berupaya mempengaruhi kelompok lain untuk menentang pembangunan JLS, jadi ada rivalitas didalamnya, tendensinya lebih mengarah pada kepentingan politik,  harus di fahami bahwa jabatan Walikota adalah jabatan politis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun