Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kronik Perjuangan Pemberontakan Cilegon 1888 (Bagian 4)

8 Juli 2021   10:24 Diperbarui: 8 Juli 2021   10:30 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Pejuang Pembeontakan Cilegon 1888. KITVL

Pengantar :  

Dalam rangka menghormati dan mengenang para pejuang rakyat Cilegon dalam melawan Penjajah Belanda, dimotori oleh para Kyai (Ulama) yang terjadi di Cilegon pada tanggal 9 Juli 1888, saya sajikan tulisan bersambung  yang disarikan dari buku karya Prof. Sartono Kartodirdjo "Pemberontakan Petani Banten 1888".

-------------------

Bentrok antara dua kekuatan tak dapat di hindari, ini terjadi di sekitar Toyomerto pada tanggal 10 Juli 1888. Kekuatan militer bersenjata senapan lengkap, berhadapan dengan kekuatan rakyat yang dibekali dengan senjata Golok, klewang dan bambu runcing dengan tekad perang sabil.

Ketika kedua pasukan saling berhadapan, Bupati Serang dan kontrolir lantas turun dari dokar. Bupati minta agar Ki Wasid dan pasukannya mengurungkan niatnya untuk menyerbu Serang, namun sia sia lantaran permintaan Bupati itu di tolak dan dibalas dengan teriakan "Sabil Allah".

Situasi mencekam karena dua kekuatan berhadap hadapan langsung, Kolonel Van der Star mengambil alih komando, minta supaya pasukan pejuang yang berkekuatan sekitar 200 orang membubarkan diri dengan ancaman akan ditembak jika tidak menyerah, namun para pejuang tak mau menyerah, terjadilan pertempuran sengit, serentetan tembakan dari tentara kolonial diarahkan ke pasukan Ki Wasid, darah bercucuran dan korban bergelimpangan di pihak pasukan Ki wasid, sebagian syahid sebagian terluka parah.

Jelas pertempuran ini  tidak seimbang, bahkan tidak di duga sebelumnya oleh para pejuang Cilegon. Melihat kekuatan yang tak imbang dari segi persenjataan, ditambah lagi banyaknya anggota pasukan yang bergelimpangan, pasukan Ki wasid kemudian mundur.

Andai saja pertempuran ini  berkesudahan lain,  misalkan pasukan Ki Wasid mengalami kemenangan, maka tidak menutup kemungkinan Serang akan menjadi ajang pergulatan antara pejuang dan pihak koonial.

Namun dengan mundurnya pasukan Ki Wasid di Toyomerto, sangat berpengaruh terhadap rencana penyerbuan ke Serang mengingat pasukan yang dibentuk atas perintah Ki Wasid untuk wilayah afdeling Serang dan sekitarnya sedang menunggu perintah dan kedatangan Ki Wasid.

Pasukan tersebut yaitu dari Bendung di pimpin H. Moch. Asik, Terumbu dipimpin H. Hanafiah dan H Muhyidin, Kubang di pimpin H. Khatab, ketiga pasukan ini langsung dibawah pengawasan H. Sangadeli. Demikian juga di Kaloran di bentuk pula pasukan di pimpin Raim dan  Kaganteran di pimpin Abu Bakar.

Sebetulnya sejak tanggal 9 Juli 1888, sebagaimana perintah Ki wasid, semua pasukan sudah siap siaga dan berkumpul di sekitar Masjid Agung Serang dan Kaloran. Rencananya memang Serang akan diserbu dari segala penjuru termasuk oleh pasukan Ki Wasid dari Cilegon. Namun hingga hari senin tanggal 10 Juli itu, belum ada perintah dari Ki Wasid, bahkan Ki Wasidpun belum juga muncul di Serang.

Malam harinya baru terdengar kabar   bahwa Ki Wasid dan pasukannya di hadang tentara kolonial di Toyomerto, sedangkan pasukannya banyak yang menjadi korban kemudian mundur.

Mendengar kabar tersebut, pasukan yang sudah disiapkan, diperintahkan kembali ke kampung masing masing dan di bubarkan, penyerbuan ke Serang gagal total. Mundurnya pasukan Ki Wasid dalam pertempuran di Toyomerto, telah menandakan pula bahwa pasukan Ki Wasid mengalami kekalahan.

Dalam situasi yang demikian, pasukan kolonial bisa meneruskan perjalanan ke Cilegon, namun pada saat tentara menghampiri para pejuang yang tergeletak terkena tembakan, tiba tiba seorang dari mereka bangun dan mendadak menyerang barisan depan tentara dengan golok, seorang kopral bernama Daams bergumul dengan penyerang, tak lama setelah itu, pejuang tersebut di berondong dengan tembakan, pejuang yang bernama  Mesir dari Arjawinangun tewas seketika.

Mesir ini adalah anak Ki Wakhia pimpinan Peberontakan tahun 1850. Perlu di ketahui bahwa dalam pemberontakan 1888 ini, keluarga/keturunan ki Wakhia selain Mesir, ikut dalam pemberontakan yakni dua anak perempuannya  bernama  Nyi Rainah dan  Nyi Aminah termasuk menantunya -- suami Nyi Aminah -- Sakib. Ketiga orang ini setelah ditangkap kemudian dibuang ke luar pulau jawa, Sakib dan Nyi Aminah di buang ke Kupang, sedangkan Nyi Rainah ke  Gorontalo.

Menurut catatan Sartono Kartodirjo, diantara yang jadi korban tembakan tentara kolonial dan meninggal dunia antara lain; Arab            (Bagendung) ,Budiah (Bagendung), Kadiman (Arjawinangun), Durajak (Arjawinangun), Kusen ( Wanasaba ), Mali ( Tubuy ), Mesir (Arjawinangun), Sadir ( Toyomerto), Usup ( Arjawinangun ).

Adapun yang mengalami luka luka antara lain; Ahmad (Arjawinangun), Alwan (Cibeber), Asman (Tegalkedondong), Mulapar (Arjawiangun), H. Kayud (Tegalmangun), Saldam (Tubuy), Salim (Tengkurak), Samad (Arjawinangun), H,Samidin (Kramatwatu), Sarip (Bagendung), H.Usman (Arjawinangun).

Dengan adanya kekalahan di Toyomerto, apakah semangat untuk berjuang lantas padam?. Ternyata tidak, Ki Wasid dan H.Tubagus Ismail justru merencanakan  serangan kedua terhadap Cilegon yang sudah di duduki tentara kolonial.

Malam harinya Ki Wasid, H.Tubagus Ismail berkumpul di alun lun lantas  pasukannya dua kali menyerang penjara, namun selalu di balas dengan tembakan tentara.

Dengan adanya penyerangan tersebut, membangkitkan amarah kolonial Belanda. Berbarengan dengan itu, bala bantuan tentara kolonial  yang mendarat di Karangantu langsung di kirim ke Cilegon.

Hari itu juga, diadakan rapat  di pimpin Residen Banten, hasilnya harus segera dilakukan operasi militer  untuk mengejar dan menangkap para pejuang yang keberadaannya sudah terpecah.

Dibawah komando Kapten De Braw, satu pasukan berangkat menunju Beji, kampung tempat tinggal Ki Wasid karena ada info  Ki Wasid dan pasukannya ada di situ. Pasukan kolonial berangkat melalui Kependilan, Tengkurak, Kubang laban lor hingga ke Gunung Santri. Sementara pasukan Raden Pena, Kapten Hojel dan Van Rinsum berangkat melalui Pecek, Tunggak , Wadas ke Gunung Santri.

Catatan;

Bagian 1. Lihat disini : Kronik Perjuangan Pemberontakan Cilegon 1888 (Bagian 1) 

Bagian 2, Lihat disini: Kronik Perjuangan Pemberontakan Cilegon 1888 (Bagian 2) 

Bagian 3, Lihat disini: Kronik Perjuangan Pemberontakan Cilegon 1888 (Bagian 3)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun