Dalam acara pembukaan Rapimnas KADIN di Batam 14/12/2017 kemarin, Ketua Kadin Pusat Rosan P Roeslani dalam sambutannya minta maaf kepada peserta karena banyak Wakil Ketua Kadin yang tidak bisa hadir dalam Pembukaan karena sedang mengikuti Munaslub Golkar.
Apa yang disampaikan Ketua Kadin Pusat itu, bagi sebagian peserta mungkin dianggap biasa, tetapi bagi saya yang juga sebagai peserta mewakili KADIN Cilegon sekaligus orang yang ikut merawat Pohon Beringin di daerah, info ini menimbulkan tanda tanya, sebab tidak mungkin Munaslub dapat dilaksanakan sebelum ada Rapat Pleno DPP Golkar.
Selesai acara makan malam, saya mencoba mencari info melalui media social dan mbah Goegle. Di media social, saya menemukan info dari sebuah akun fb yakni milik Ace Hasan S, Wakil Sekretaris DPP Golkar yang memposting sebuah status dengan bunyi "Alhamdulillah satu tahapan telah selesai, tinggal dikukuhkan". Sementara melalui Mbah Goegle, saya temukan info perkembangan terkini masalah situasi Partai Golkar diantaranya tentang adanya Keputusan Rapat Pleno DPP yeng memutuskan secara aklamasi Air Langga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar seperti dirilis Detik.com.
Secara pribadi, apa yang diputuskan DPP ini tidaklah mengejutkan karena memang saya sudah memprediksi akan begini kejadiannya. Beberapa hari lalu, melalui Kompasiana dan Kabar Babar Banten (media local), saya sudah menulis artikel yang isinya antara lain (hampir) sama dengan Keputusan Pleno itu, tapi dalam tulisan itu, saya menghawatirkan akan terjadi "kegaduhan"- meminjam isitilah Azis Samsudin- jika jalan yang ditempuh seperti ini, karena terkait dengan masalah kewenangan dalam memilih Ketua Umum Golkar.
Bagi saya, terpilihnya Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Golkar tidak menjadi masalah karena memang kapabel untuk menggantikan Setyo Novanto. Airlangga Hartarto diyakini bisa menyuburkan Pohon Beringin dengan pupuk yang ''adem" dan tidak membuat Pohon Beringin yang rindang "jadi seperti sekarang" ini, dan saya mendukung!.
Namun alangkah eloknya jika terpilihnya Airlangga itu melalui mekanisme organisasi yang benar, melalui prosedur yang benar atau dengan kata lain melalui saluran yang bisa memuaskan semua pihak sesuai dengan ketentuan organisasi.
Menurut saya, memilih Ketua Umum dengan memilih Pengurus DPP dalam konteks Pergantian Antar Waktu adalah hal yang berbeda. Jadi tidaklah tepat jika pemilihan Ketua Umum hanya melalui Rapat Pleno.
Pasal 14 ART seperti dikatakan oleh Nurdin Halid hanya berlaku untuk pergantian Pengurus bukan Ketua Umum, mari kita lihat pasalnya;
Pasal 14.
Pengisian lowongan antar waktu Pengurus Dewan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Rapat Pleno Dewan Pimpinan Pusat dan dilaporkan kepada Rapat Pimpinan Nasional.
Jadi tidak ada kewenangan Rapat Pleno memilih Ketua, jangankan Rapat Pleno, Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pun tidak ada kewenangan sama sekali memilih Ketua Umum.
Pasal 30 huruf b ayat (4) yang mengatur tentang Rapimnas menyatakan;
Pasal 30 menentukan;
menentukan sebagai berikut;
Tapi kemudian Rapat Pleno juga memutuskan memilih secara aklamasi Airlangga sebagai Ketua Umum. Nah ini yang jadi pertanyaan. Seharusnya tidak di forum itu Ketua Umum dipilih, kalaupun ada surat “dukungan” dari seluruh DPD Provinsi/Kabupaten/Kota seluruh Indonesia untuk Airlangga Hartarto, surat itu tidak serta merta dapat dijadikan dasar untuk memutuskan Ketua Umum oleh DPP, surat itu hanya kelengkapan syarat adminitratif atau dengan kata lain Rapat Pleno tidak berhak memutuskan secara aklmasi karena berdasarkan ketentuan AD/ART, Pleno tidak punya kewenangan. Seharusnya surat dukungan itu menjadi “pegangan” untuk panitia/DPP bahwa hanya “satu orang” yang didukung untuk menjadi calon Ketua Umum yakni Airlangga Hartarto.
Nah, kalau sudah demikian, hal inilah yang seharusnya dibawa ke Rapimnas, dalam Rapimnas itulah DPP/Panitia melaporkan tentang semua hal yang berkaitan dengan rencana Munaslub, tapi bukan membawa hasil keputusan Rapat Pleno yang memilih Airlangga Hartarto sebagi Ketua Umum, ingat yang punya hak memilih bukan Rapat Pleno DPP, bukan juga di Rapimnas, tapi DPD Provinsi, DPD Kabupaten/Kota, Pengurus DPP Demisioner, dan Ormendi dalam forum Munas/Munaslub.
Tidak ada ketentuan yang mengatur forum Munas/Munaslub memberikan “pengukuhan’’ Ketua Umum yang dipilih diluar forum Munas/Munaslub. Dalam hal ini, jika kemudian dalam Munaslub nanti hanya ada satu orang calon tunggal yakni --misalnya-- Airlangga Hartarto, Munaslub akan memilih/menyepakati Airlangga Hartato ditetapkan secara aklamasi sebagai Ketua Umum, dan penetapan itu melalui Sidang Paripurna Munaslub.
Supaya terang benderang, logikanya begini, ada calon ketua umum (bukan ketua yang ditetapkan DPP), kemudian dipilih oleh peserta Munaslub (DPP Demisioner, DPD Provinsi, DPD Kabupaten Kota, Organisasi Sayap, Organisasi yang mendirikan dan didirikan), jika hanya ada Calon tunggal, peserta menyetujui secara aklamasi calon itu ditetapkan sebagai Ketua Umum dalam Sidang Paripurna Munaslub, artinya tidak ada istilah "mengukuhkan".
Namun melihat tradisi politik di Golkar saat ini, maka beginilah jadinya, DPP bermaksud mengunci agar seolah olah tidak ada orang lain yang bisa mencalonkan diri dalam Munaslub, begitu kan Pak Nurdin Halid?.
#Pojok Harmoni One Batam, 15/12/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H