Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Berkunjung ke Yogyakarta dengan Pedestriannya yang Nyaman (2)

26 Agustus 2017   14:11 Diperbarui: 28 Agustus 2017   01:42 2707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedestrian depan Gedung Agung. Dok Pribadi

Penataan jalur Pedestrian sepanjang jalan  Malioboro dari depan Hotel Garuda hingga depan Pasar Beringharjo  sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat/wisatawan.Banyak pengunjung yang berlama lama menikmati suasana Malioboro baik siang maupun malam, ada yang duduk duduk di bangku yang sudah disediakan, ada yang berfoto, ada yang menikmati kuliner, ada juga yang belanja pernak pernik has Yogyakarta.

Untuk saat ini, Penataan Pedestrian ditambah lagi yakni mulai dari Pasar Beringharjo (disebelah kiri jalan) dan depan Gedung Agung atau Istana Presiden (sebelah kanan jalan) hingga ke titik nol atau lebih dikenal dengan simpang empat Kantor Pos (dulu air mancur).

Di Area titik nol ini biasanya ramai dikunjungi wisatawan lantaran terdapat gedung/bangunan bersejarah, diantaranya Gedung Agung atau Istana Presiden, benteng vredeburg, Monumen Serangan Umum 1 Maret, Gedung Tua BNI dan Kantor Pos serta bisa memandang lurus kearah Kraton Yogyakarta.

Pagi yang cerah di Gedung Agung. Dok. Pribadi
Pagi yang cerah di Gedung Agung. Dok. Pribadi
"Pembangunnya sudah berlangsung tiga bulan", begitu kata Martin, pedagang kopi yang mangkal di area titik nol depan pagar Istana Presiden.

Martin, pemuda lajang asal Pekanbaru Riau ini, sudah tiga bulan tidak berjualan lantaran adanya pembangunan Pedestrian. Ia terpaksa berjualan kopi di area ini untuk menopang hidup di perantauan. Sebelum berjualan kopi, Martin pernah jualan Kaos, tapi ngga betah.

"Enak jualan kopi mas, bisa ngobrol dan sosialisasi dengan pembeli", kata Martin disela sela obrolan saat saya menikmati susana malam di titik nol sambil memesan  kopi.

Menikmati malam di titik nol ditemani secangkir kopi. Dok Pribadi
Menikmati malam di titik nol ditemani secangkir kopi. Dok Pribadi
''Emang penghasilannya berapa?" tanya saya.

"Ya lumayan, sebelum ada pembangunan Pedestrian ini, bisa habis empat atau lima termos melayani pengunjung yang menikmati malam disini", kata Martin.

"Sekarang habis dua termos saja sudah bagus", lanjutnya.

"Lo emang kenapa?"

"Ya sekarang kan sepi, jarang pengunjung yang berlama lama disini karena banyak debu", keluh Martin.

Sekilas memang Pembangunan Pedestrian baru berjalan sekitar 80%, disana sini masih banyak berserakan bahan bahan material. Berbeda dengan Pedestrian dari Hotel Garuda hingga Pasar Beringharjo yang menggunakan material Batu Alam, Pedestian titik nol menggunakan bahan baku cor yang dicampur dengan butiran batu kecil hingga berbentuk semacam taraso.

Penataan Pedestrian depan benteng vredeburg. Dok. Pribadi
Penataan Pedestrian depan benteng vredeburg. Dok. Pribadi
Dipinggir jalan, sudah tertata rapi beberapa tanaman bunga yang masih baru ditempatkan pada beberapa pot plastik diselingi dengan tanaman pohon hias yang belum jadi. Sementara pohon beringin yang sudah lama ada, bawahnya dibikinkan bangunan menyerupai Pot besar sebagai penghias.

Tanaman Bunga dan Pohon Penghias Pedestrian depan Gedung Agung. Dok. Pribadi
Tanaman Bunga dan Pohon Penghias Pedestrian depan Gedung Agung. Dok. Pribadi
"Gembok Cinta" yang dulu berdiri tegak dan menjadi daya tarik pengunjung, sekarang menghilang seiring dengan adanya penataan Pedestrian yang lebarnya kurang lebih 15 meter.

Dengan adanya penataan Pedestrian saat  ini, kedepan akan menambah estetika sepanjang jalan Malioboro dari Hotel Garuda hingga ke Titik Nol dan bisa juga dijadikan tempat untuk mengadu nasib bagi warga setempat walaupun harus kucing kucingan denga petugas.

"Saya sih berharap, jika sudah selesai 100 persen, pengunjung akan lebih banyak dan berlama lama dititik nol ini", kata Martin.

"Maksudnya"?, tanya saya

"Ya paling tidak kopi saya bisa diminum pengunjung, dan saya dapat uang", ungkap Martin.

"Emang ngga takut di garuk Satpol PP",

"Yah bagaimana lagi, bisanya cuma begini, tapi ngga apa, toh saya tidak minta minta sama pemerintah, yang penting pintar pintar mensiasati", ujar Martin

"Mensisati bagaimana"

" Biasanya Jam 10 malam Satpol PP pulang, setelah itu kita kita menggelar karpet, perburuan nasibpun dimulai", lanjut Martin sambil tersenyum.

Ya semoga saja begitu!

dibawah-pohon-beringin1-59a124871772b03e2b04e882.jpg
dibawah-pohon-beringin1-59a124871772b03e2b04e882.jpg
Numpang Gaya dibawah pohon Beringin. Do.Pribadi
Numpang Gaya dibawah pohon Beringin. Do.Pribadi
#Tulisan Pertama lihat di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun