Foto: nasional.republika.co.id
Detik berganti, hari berlalu dan waktupun terus bejalan, tak terasa tanggal 27 April tahun 2016 ini, Cilegon tepat berusia tujuh belas tahun. Ibarat umur manusia, usia 17 tahun merupakan usia dimana seseorang telah meninggalkan dan menanggalkan masa remaja. Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak dan tantangan untuk mencari dan menemukan identitas diri.
Begitu pula dengan Kota Cilegon, perjalanan 17 tahun sebagai daerah otonom yang memisahkan diri dari Kabupaten Serang, dalam perjalanannya membangun Cilegon, didalamnya juga terdapat tantangan dan gejolak. Diantara tantangan itu antara lain persoalan penganggaran dalam pelaksanaan pembangunan. Bisa dibilang, saat pertama kali Cilegon menjadi daerah otonom, daerah induk yakni Kabupaten Serang seolah olah melepas tali dan membiarkan Cilegon berjalan sendiri mencari arah hanya dengan modal pembangunan Rp17 Milyar.
Namun dengan kegigihan dan niat membangun Cilegon secara mandiri, dibawah Kepemimpinan Walikota Pertama Tb, H.A’at Syafa’at, dicari teroboson pembangunan hingga bisa meningkatkan PAD. Bersyukur, seiring dengan perjalanan waktu, sejak era Tb.H. A’at Syafaat hingga pada periode kepemimpinan TB.H. Iman Aryadi, PAD Cilegon bisa menembus angka setengah trilyun lebih dengan APBD satu setengah trilyun, sungguh sebagai upaya pencapaian yang luar biasa dibanding dengan daerah pemekaran lainnya din Indonesia.
Adapun tantangan lain selama tujuh belas tahun Kota Cilegon berjalan adalah tantangan secara politis, pada periode kepemimpinan Tb.H. A’at Syafaat, tantangan politis sangat dirasakan terutama dari lawan lawan politik yang dulu menjadi pesaing dalam perjalanan politik Cilegon. Apapun yang dilakukan oleh Pemerintah Kotamadya –sebelum menjadi Kota – Cilegon, oleh lawan politik yang selalu bersebrangan dan dianggap sebagai program pembangunan yang tidak berpihak pada rakyat. Bahkan dalam hal hal tertentu, rakyat diprovokasi untuk melawan dan menentang kebijakan kebijakan pemerintah, ujungnya sering terjadi demontrasi yang menentang kepemimpinan daerah Cilegon.
‘’Rawe-rawe rantas, malang malang putung, ndog sepetarangan, rusak siji rusak kabeH’’, demikian tekad yang selalu di pegang Walikota Cilegon Tb.H.A’at Syafaat dalam menghadapi lawan lawan politik, yang penting semua yang diprogramkan sesuai alur dan mekanisme pembangunan daerah. Jika perlu, kalaupun ada yang mengobok-obok apalagi ingin menggagalkan program pembangunan yang sudah ditetapkan bersama antara Eksekutif dan Rakyat yang diwakili DPRD, harus dilawan, tidak ada yang bisa mengintervensi kebijakan pembangunan Cilegon.
Penulis tidak ingin dikotomi antara H.Tb. A’at Syafaat dan H.Tb. Iman Ariyadi dalam konteks kepemimpinan Cilegon. Yang pasti selama 17 Tahun penyelenggaraan pemerintahan di Cilegon, baik H.Tb.A’at Syafaat maupun DR. H.Tb. Iman Ariyadi sebagai orang nomor satu di Cilegon telah menorehkan sejarah bagi masyarakat Cilegon, intinya Cilegon kini tambah maju menuju kesejahteraan.
Pembangunan Cilegon di berbagai sector sudah sangat jelas dan dirasakan masyarakat. Dalam sector pendidikan, Cilegon adalah salah satu daerah di Banten yang pertama kali berani membebaskan sekolah gratis untuk tingkat SLTA/SMK Negeri termasuk Aliyah Negeri yang ada di Cilegon. Kebijakan Pemerintah daerah dalam memperhatikan pendidikan tidak terbatas pada ‘’hal’’ diatas, tetapi memperhatikan juga soal kesejahteraan guru dan Bea Siswa terhadap luluan SLTA yang diterima di Peguruan Tinggi Negeri ternama serta memberikan buku pelajaran gratis hususnya yang di UAN-kan kepada murid baik Sekolah Negeri maupun Swasta. Regulasi ini patut dipertahankan mengingat rakyat butuh, dan APBD juga mencukupi. Propinsi Banten yang APBD-nya seabreg-abreg, bahkan Anggaran yang tidak terserap trilyunan rupiah tiap tahun, hingga kini belum punya niat membebaskan biaya pendidikan.
Dalam kondisi seperti itu, menjadi kehawatiran rakyat Cilegon, mengingat kewenangan dalam bidang pendidikan ini berdasarkan ketentuan Undang-undang akan diambil oleh Popinsi Banten. Jangan jangan nanti Propinsi Banten mencabut regulasi Kota Cilegon tentang pembebasan biaya sekolah hingga masyarakat kembali membayar biaya pendidikan. Jika ini terjadi, maka menjadi malapetaka bidang pendidikan di Kota Cilegon.
Dalam bidang Infrastuktur, tujuh belas tahun Kota Cilegon, telah melahirkan ‘’warisan’’ pembangunan yang monumental yang terus dipelihara, pun demikian bukan hanya sekedar legesi, tetapi dengan konsep kesinambungan pembangunan demi untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, yakni Jalan Lingkar Selatan JLS.
Jika melirik ke belakang, awalnya pembangunan JLS ini ditentang oleh kelompok kelompok kepentingan baik kepentingan politik maupun kepentingan lainnya. JLS dituduh sebagai program pembangunan yang menghambur-hamburkan uang rakyat. Tapi Walikota Cilegon tak peduli, program ini merupakan program strategis yang sudah disepakati bersama, bukan hanya sekedar untuk mengurai kemacetan lalu lintas dipekotaan, tetapi jauh ke depan, dengan adanya jalan lingkar ini, ingin membuka peningkatan ekonomi rakyat di wilayah Selatan sehingga memudahkan akses ekonomi masyarakat. Biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu, begitulah kira kira pelaksanaan pembangunan JLS ini.
Sekarang terbukti, dengan mulusnya landasan JLS setelah betonisasi dari PCI hingga Ciwandan, masyarakat bisa merasakan kemanfaatan yang luar biasa, pengguna jalan baik wisata maupun angkutan industri tidak lagi dipusingkan kemacetan jalur reguler dari PCI yang melintasi Kota atau jalur Tol Cilegon Barat - ADB hingga Ciwandan.
Dampak ekonomi di wilayah JLS sungguh luar biasa, untuk mencari tanah sepanjang jalur JLS yang harganya 100 ribu rupiah permeter sampai termehek mehekpun saat ini tidak akan ketemu, sekarang harga tanah sudah jutaan permeter. Tingginya nilai jual tanah disana disikapi masyarakat dengan menjual tanahnya kepada para kapitalis. Ini akibat lemahnya etos kerja masyarakat, sehingga yang banyak mengambil keuntungan dari JLS justru para pemodal besar, ini merupakan pelajaran berharga bagi masyarakat kita.
Pelajaran yang saya maksud adalah, Pemerintah Cilegon saat ini akan membangun Jalan Lingkar Utara yang akan menghubungkan Kecamatan Jombang, Purwakarta, Grogol dan Pulomerak. Adanya JLU inipun akan merubah nilai ekonomis wilayah utara, jangan sampai dengan adanya JLU ini, masyarakat tergiur untuk menjual tanah dipinggir Jalan, lebih baik dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapat ekonomi masyarakat misalnya untuk tempat usaha, jual pisang, singkong atau yang lainnya.
Selamat HUT Cilegon ke 17.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H