Lagi lagi artis ditangkap polisi, adalah penyanyi dangdut Hesty, kelepek klepek tak berkutik digiring polisi karena terlibat perbuatan postitusi. Setelah itu, Hesty dibebaskan polisi alias tak terjerat hukum.
Beberapa bulan lalu, Nikita Mirzani juga ditangkap polisi dari sebuah hotel dibilangan Mangga dua, digiring lantas dibebaskan, tak terjerat hukum.
Begitu sulit memang polisi menerapkan hukum terhadap penikmat prostitusi, menikmati, dapat uang, tapi oleh hukum justru dianggap sebagai korban.
Bagi penikmat rasa sekaligus penikmat bayaran dalam perprostitusian, akan riang gembira, meski kepergok polisi, atau dicokok sekalipun, mereka tak peduli, sekali kencan dapat seratus juta rupiah, tentu bukan kelipatan yang sedikit. Soal malu tidak usah ditanya, karena bagi mereka yang sudah nekat menceburkan diri, Â sudah tidak punya rasa ke-malu-an, toh tidak dapat dipidana.
Mengapa sulit di jerat pidana, inilah jawabannya.
Berkaitan dengan prostitusi KUHP kita sebagai biangnya hukum pidana, mengatur prostitusi hanya dalam dua pasal.
Pasal 296 bunyinya begini ‘'barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain, dan menjadkannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak lima belas ribu rupiah'
Pasal 506 rumusannya begini '’barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seseorang wanita dan menjadikannya sebagai pelacur, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
Nah lo, tidak ada kalimat yang menyebutkan soal yang melakukan hubungan seksual, yang ada justru merujuk orang lain yang mengambil keuntungan dengan menjadikannya orang berhubungan seksual sebagai mata pencaharian atau menjadikan orang lain sebagai pelacur dengan menarik keuntungan atau dalam hal ini bayaran.
Dalam konteks perbuatan, orang ini biasa disebut sebagai mucikari, germo, atau biasa disebut mami yang biasa menarik keuntungan dari jasa seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan bayaran.
Hukum kita memang demikian adanya, intinya adalah si pelaku hubungan seksual dengan bayaran berapapun, tidak akan terjerat hukum, kalaupun ditangkap polisi saat melakukan hubungan itu, paling banter akan dicecar pertanyaan, siapa yang menghubungkan, jika ada yang menghubungkan, maka orang itulah yang dijerat sebagai mucikari, setelah itu si pelaku akan dikeluarkan walaupun dikerubuti beratus-ratus wartawan.
Apalagi kalau si Seksi melakukan hubungan seksual dengan si Ganteng dengan bayaran dua ratus juta misalnya, dan si Seksi menjadikan hubungan seksual sebagai mata pencaharian, tapi atas dasar usaha sendiri tanpa melalui perantara yang mengambil keuntungan dari perbuatannya, si Seksi dengan status sosial apapun, baik artis film, penyanyi dangdut, PSK, WTS, Cangkring,  tidak akan terkena jeratan hukum.
Jadi, sampai kapanpun, pelaku prostitusi akan berleha leha mencari mangsa tanpa ada rasa takut tejerat hukum karena memang ‘’tidak ada hukumnya’’ di Indonesia.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H