Mohon tunggu...
Moch. Marsa Taufiqurrohman
Moch. Marsa Taufiqurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum (yang nggak nulis tentang hukum)

Seorang anak yang lahir sebagai kado terindah untuk ulangtahun ke-23 Ibundanya.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Gara-gara Transaksi Digital, Fungsi Rebahan Menjadi Lebih Optimal

17 Februari 2021   14:48 Diperbarui: 17 Februari 2021   14:54 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rebahan. Sumber: baladena.id

Sebagai seorang jomlo, kehidupan saya tidak bisa lepas dari handphone. Dengan handphone, kehidupan jomlo menjadi sedikit terobati. Handphone bagi sudah menjadi teman, kerabat, saudara, dan rekan rebahan. Walau tak jarang, ketika sudah nyaman rebahan dengan handphone, ibu saya selalu meneriaki saya dari dapur, "HAPEE TEROSS!!!"

Terkadang adalah sebuah kewajaran bagi seorang jomlo menjadi sangat bahagia ketika diucapkan 'selamat pagi' oleh kasir minimarket, karena bagi seorang Jomlo, diucapkan 'selamat pagi' adalah termasuk dalam "Tujuh Kejadian Aneh dan Langka bagi Seorang Jomlo". Namun sebenarnya, hal ini tak masalah bagi saya. Menjadi masalah ketika kasir tersebut selalu memberikan 'kembalian permen', atau selalu bilang "500 rupiahnya disumbangkan ya kak?" padahal bagi Jomlo yang missqueen (baca: miskin), 500 rupiah adalah sangat berharga.

Pada suatu pagi, lagi enak tidur, pintu kamar diketok, dan... "Marsa, tolong hape ibu isikan pulsa ya." Lanjut rebahan, tiba-tiba... "Sekalian tagihan PLN deh." Baru beranjak dari tempat tidur, ayah menyahut... "Oh, iya, coba cek, PDAM bulan lalu kena berapa?" Sebagai bentuk bakti kepada orang tua, saya cuma bisa menjawab dengan tegas dan mantap, "Siap, laksanakan!"

Namun, ketika berangkat untuk membayar tagihan listrik di loket PLN, nasib sial pun menghampiri diri saya. Tidak tanggung-tanggung, dua nasib sial menimpa diri saya dalam satu kejadian "Membayar Tagihan Listrik". Nasib sial pertama: Dengan senang hati saya bergembira ria sambil bernyanyi menuju kantor PLN. Namun sesampainya di loket, seketika saya langsung murung, pemandangan yang terpampang adalah antrean panjang sepeti audisi kompetisi menyanyi di televisi. Terpaksa saya harus menunggu lama.

Nasib sial kedua: Setelah lama mengantre dengan penuh perjuangan, dan kesabaran, tibalah giliran saya, saya pun maju ke loket. Sesampainya di depan loket, mbak-mbak loket langsung menutup jendela loket. Saya terkejut dan sontak bertanya "Mbak, kok ditutup mbak?" mbak-nya menjawab; "Istirahat sampai jam 13.00 mas". Saya masih saja kebingungan, saya pun melihat jam menunjukkan pukul 12.00, saya masih terus bingung, melihat ke kanan, ke kiri, ke bawah, ke atas. Ternyata di atas kepala saya terpampang tulisan "Buka: 09.00 -- 12.00, berlanjut 13.00 -- 16.00". Selama itu saya menunggu, sesabar itu saya menanti, harus berakhir dengan sebuah penolakan.

Keesokan harinya, giliran saya membayar tagihan air ke kantor PDAM. Sebelum berangkat di mata saya sudah terbayang bayang-bayang antrean audisi. Sambil membaca ayat kursi dan berdoa agar situasi seperti itu tidak terjadi lagi, saya pun berangkat menuju kantor PDAM. Sesampainya di sana, alhamdulillah masih sepi, antrean masih sedikit. Saya pun cukup lega. Tapi kelegaan ini tak berlangsung lama, karena ketika pulang saya harus 'dipalak' oleh Kang Parkir, hmm.. cukup menyedihkan.

Tapi teman-teman, sebenarnya bukan kisah seorang jomlo yang ingin saya ceritakan di sini, melainkan ada sebuah renungan yang ingin saya bagikan kepada kalian semua; Pertama, kembalian permen dan keikhlasan menyerahkan 500 rupiah yang menyayat hati, Kedua, antrean panjang yang berakhir penolakan, dan yang Ketiga, harus menambah pengeluaran dengan membayar parkir setelah membayar tagihan.

Sebagai generasi milenial yang hidup di abad ke-21, apakah masih keren membayar secara tunai dengan kembalian permen atau keikhlasan menyumbangkan 500 rupiah? Sebagai generasi yang hidup di masa Revolusi Industri 4.0, apakah masih layak mengantre panjang untuk membayar tagihan listrik, apalagi berakhir dengan penolakan? Sebagai generasi yang hidup pada zaman smartphone dan Internet di genggaman tangan, apakah masih elegan ketika membayar tagihan harus dihantui membayar parkir?

Kejadian-kejadian tersebut, cukup kuat untuk menjadi sebuah renungan bagi kita semua. Setelah bertapa selama 40 hari di Alas Purwo dan berlanjut di Gunung Merapi, saya pun menemukan jawabannya. Semua ternyata bisa teratasi dengan Transaksi Digital!


Transaksi Digital: No wallet No worries!

Seorang jomlo abad ke-21 seperti saya memang tidak bisa lepas dari handphone. Bagaimana tidak, setiap hal di dunia ini dapat terjangkau hanya dengan sebuah batang persegi yang dilengkapi teknologi internet. Berjuta-juta orang di negeri ini pun mengalami hal yang sama dengan saya, entah apakah mereka juga sering diteriaki "HAPEE TEROSSS!" oleh ibunya, atau justru ibunya yang juga hapean terus.

Salah satu program yang disosialisasikan oleh Bank Indonesia untuk mendukung transaksi digital adalah gerakan nasional non tunai. Sebuah gerakan yang bisa dilakukan untuk mengatasi antrean seperti audisi kompetisi menyanyi di televisi yang pernah saya rasakan saat itu. Dengan transaksi digital, kita bisa membayar tagihan satu genggaman handphone. Semuanya dapat dilakukan tanpa berinteraksi langsung dengan lembaran uang yang tak jarang penuh dengan kuman dan virus. Jadi tangan kita akan tetap higienis. Dengan transaksi digital, tenaga, bahan bakar, dan panjangnya antrean, teratasi hanya dengan dua buah ibu jari kalian.

Ilustrasi Transaksi Sambil Rebahan. Sumber: hanif.id
Ilustrasi Transaksi Sambil Rebahan. Sumber: hanif.id

Saya menamakan gerakan ini dengan nama lain "Gerakan Nasional Penunjang Rebahan". Karena hanya dengan rebahan, tagihan, membeli pulsa, membeli token listrik, ataupun membeli tiket, dapat terselesaikan sambil rebahan. Transaksi Digital membuat rebahan dapat menghemat sekian banyak kalori dan energi untuk berjalan menuju loket pembelian.

Selain sebagai Gerakan Nasional Penunjang Rebahan, saya juga menamakan gerakan ini dengan nama lain "Gerakan Nasional Dompet Tipis". Sebab dompet kita tidak perlu banyak terisi uang tunai, uang kita sudah terkumpul dalam handphone kita sendiri. Dompet hanya berisi kartu identitas dan beberapa uang receh 1000 atau 2000 untuk membeli cilok. Dompet kita pun tidak perlu banyak-banyak terisi struk pembayaran, karena bukti transaksi telah terekam dan tersimpan secara elektronik di handphone kita masing-masing. Paperless Banget! Praktis! Tanpa antre! Kita menjadi lebih takut ketinggalan handphone daripada ketinggalan dompet.

Transaksi Digital: Semua Tercatat dengan Transparan

Cepat, hemat, mudah dan praktis adalah tuntutan pada abad ke-21 ini, dan transaksi digital merupakan hal yang tidak dapat dimungkiri. Dengan traksaksi digital semua akan dimudahkan mengenai transparansi anggaran, karena semua tercatat secara otomatis dengan mekanisme pencatatan yang mudah sehingga sulit untuk terjadi penyalahgunaan dan penyelewengan seperti pencucian uang misalnya.

Transaksi pun akan memberantas pungli, karena semua nominal pembayaran akan jelas tertera, kita pun membayar langsung melalui handphone, sehingga memutus rantai birokrasi yang berbelit yang rentan terjadi pungutan liar. Dengan adanya transaksi digital, good governance yang kita impikan akan segera terealisasikan.

Ilustrasi Transaksi Digital. Sumber: detik.com
Ilustrasi Transaksi Digital. Sumber: detik.com

Transaksi Digital Bikin Lancar

Untuk memenuhi permintaan rutin setiap awal bulan seperti cerita di atas, sekarang menjadi sangat mudah, amat mudah, dan menguntungkan. Sangat mudah, karena semua saya lakukan melalui transaksi digital. Amat mudah, karena dengan transaksi digital semua selesai sambil rebahan. Menguntungkan, karena transaksi digital yang saya gunakan selalu menawarkan diskon dan cashback yang menggiurkan.

Meskipun sebenarnya, secara kasat mata, transaksi digital memiliki fungsi yang tak jauh berbeda dengan transaksi konvensional non digital. Namun faktanya, transaksi digital jauh lebih efektif ketimbang transaksi konvensional non digital, sehingga membuat kita mudah dalam melakukan transaksi. Hanya dengan rebahan ditemani handphone kesayangan, semua bisa terselesaikan.

Bayangkan saja, dengan transaksi digital kita tak perlu lagi mengantre panjang untuk sekadar membeli makanan, membayar tagihan, dan lain sebagainya. Belum lagi harga yang ditawarkan lebih murah, dengan diskon dan cashback yang menggiurkan. Transaksi yang semakin cepat dan mudah membuat tingkat konsumsi masyarakat akan naik. Cukup dengan rebahan dan menggunakan transaksi digital, perputaran uang semakin cepat dan memicu perkembangan sektor keuangan. Tanpa kartu, tanpa uang, hemat dan lancar tanpa hambatan!

 

Transaksi Digital: Aman Kok!

Tak dapat kita mungkiri, bahwa manfaat yang besar juga datang dari transaksi digital juga selaras dengan potensi risiko yang besar. Semua aplikasi pembayaran membutuhkan data pribadi kita kan? Pada umumnya, data pribadi yang dihimpun oleh aplikasi tersebut adalah nama depan/belakang, email, nomor handphone, termasuk alamat rumah.

Aman nggak sih sebenarnya?

Kita semua tahu, bahwa ketika hendak menggunakan aplikasi pembayaran kita tentu tidak akan pernah membaca kebijakan platform ataupun disclaimer/pernyataan kesanggahan atau yang disebut dengan klausul baku, karena malas, tidak mengerti isinya, dan sangat banyak. Pilihanya hanya 2, take it or leave it.

Jangan khawatir! Di Indonesia, ada Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang tegas melarang pelaku usaha untuk membuat klausul baku yang salah satunya berisikan pengalihan tanggung jawab. Dengan demikian, apabila masih ada aplikasi pembayaran yang menuliskan klausul baku berupa pengalihan tanggung jawab pada sistem mereka, khususnya terhadap kebocoran data, hal tersebut adalah perbuatan melawan hukum, sehingga dapat dikenakan sanksi.

Selain itu, Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang (UU ITE) dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, telah menjamin bahwa penyedia aplikasi pembayaran wajib menjaga kerahasiaan data pribadi kita.

Lalu, uang yang kita simpan secara elektronik di handphone apa juga aman?

Tenang saja! Setiap penyedia jasa transaksi digital harus mendapat izin dari Bank Indonesia dan diawasi langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi kita tak perlu khawatir. Selain dijamin undang-undang dan diawasi lembaga yang berwenang, kita pun harus waspada secara mandiri terhadap penipuan-penipuan yang terjadi, bila terjadi kejanggalan dalam bertransaksi secara digital kita dapat curhat kepada contact center BICARA Bank Indonesia. Jadi jangan khawatir, justru dengan menggunakan transaksi digital, setiap transaksi yang kita lakukan bakal lebih aman.

Transaksi digital memang kita banget! Beli kebutuhan rumah tangga bulanan, detergen, sabun, hingga odol sekalipun dapat dibeli secara digital. Transaksi digital membuat handphone lebih dari sekedar dompet bahkan pasar. Kehidupan sulit dalam menghadapi jomlo semakin mudah teratasi. Transaksi digital memang cukup keren, sangat keren, keren kali dan keren paten!

Bagaimana? Makin mantap buat menggunakan transaksi digital bukan? Jelas sekali bahwa transaksi digital sudah menjadi pilar baru bagi semangat kemajuan perekonomian nasional. Dengan transaksi digital, rebahan pun dapat berfungsi optimal 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun