Otoritas keuangan dunia pun juga menyadari pentingnya sebuah kebijakan agar makroprudensial aman terjaga dan dapat melengkapi kebijakan lainnya dalam mengantisipasi terjadinya krisis keuangan akibat pandemi ini.. Namun, itu semua tidaklah cukup menjamin keberlanjutan stabilnya perekonomian kita, apabila kita tidak bijak dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Memangnya, dimana posisi kita terhadap stabilnya sistem keuangan?
Sedikit kembali ke cerita kemacetan tadi, jika jalan raya terdiri dari ruas-ruas jalan yang dipenuhi berbagai macam jenis kendaraan, maka sistem keuangan juga seperti itu. Sistem keuangan terdiri dari bank, institusi keuangan non bank, perusahaan non keuangan, serta rumah tangga yang terhubung dengan insfrastruktur keuangan.
Jadi di saat kita berbelanja, berinvestasi, atau kegiatan keuangan lainnya, saat itu juga kita menjadi rumah tangga yang terhubung dengan insfrastruktur keuangan. Artinya secara sadar atau tidak sadar kita sangat berkaitan langsung dengan stabilitas sistem keuangan.
Otomatis di saat kita lengah saat berkendara, tidak bijak dalam mengatur dan mengelola keuangan hingga menimbulkan kecelakaan, kita dapat membuat kemacetan yang berujung pada terjadinya risiko sistemik.
Sehingga dengan kata lain, jika kita tidak bijak, maka perilaku kita dapat menjadi droplet penularan kebuntuan finansial yang paling riskan.
Lalu apa saja perilaku yang dapat menimbulkan risiko tersebut?
Panic Buying justru Memperkeruh Dampak Pandemi
Salah satunya adalah panic buying. Fenomena masyarakat berbondong-bondong membeli komoditas utama guna mengamankan diri dari wabah Covid-19 yang memang sedang naik daun.Â
Komoditas utama yang menjadi incaran seperti masker, hand sanitizer, dan bahkan kebutuhan pokok sehari-hari seperti makanan dan minuman. Apalagi para penimbun dan spekulan turut serta dan gencar dalam panic buying ini, guna dapat menarik keuntungan lebih.
Mereka yang terjangkit panic buying seringkali kehilangan kontrol atas diri mereka, lalu melakukan apa yang perlu mereka lakukan. Di sisi lain membeli sembako dan obat-obatan memang dianggap tidak akan membantu dalam posisi lebih aman, tapi setidaknya mereka menganggap panic buying dapat memberi rasa tenang dan rasa seakan-akan memegang kontrol.