Seringkali kita mendengar istilah "Indonesia Emas 2045", sebenarnya ada apa di Indonesia pada tahun 2045? Mengapa Indonesia Emas? Dan mengapa harus 2045?
Di tahun 2045 tersebut Indonesia merayakan peringatan 100 tahun kemerdekaannya, kemerdekaan yang diperjuangkan lebih dari 100 tahun, diperjuangkan lebih dari 100 ribu pahlawan, sebuah kemerdekaan yang diraih dengan pengorbanan jiwa dan raga.
Menurut dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun oleh Menko Perekonomian, dicanangkan bahwa sejak 2025 Indonesia akan menjadi negara yang maju, adil, dan makmur. Hingga pada puncaknya Indonesia akan meraih kegemilangan, masa keemasan pada tahun 2045, yakni pada perayaan 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
Pada 100 tahun kemerdekaan tersebut, disebutkan juga dalam perumusan MP3EI, Indonesia akan mendapatkan "bonus demografi", dimana piramida penduduk Indonesia menjadi sangat ideal dengan peningkatan jumlah penduduk usia produktif yang signifikan. Bonus demografi tersebut harus dioptimalkan dengan baik, jangan sampai bonus demografi tersebut terbuang sia-sia, atau bahkan justru menjadi ancaman bagi Indonesia sendiri.
Mengapa bisa menjadi ancaman? Karena bila berbicara tentang usia produktif, maka yang terbesit di pikiran kita adalah mereka yang berumur diatas 15 tahun dan dibawah 65 tahun. Dapat disimpulkan usia produktif adalah mereka yang disebut dengan pemuda. Maka akan menjadi sebuah ancaman disaat para pemuda yang tidak terbina dan dibina, dampaknya pemuda bisa menjadi spesies yang berbahaya di negeri ini. Bayangkan anak muda menjadi spesies yang berbahaya, mereka bisa berbuat apa saja sekehendak mereka.
Yang menjadi pertanyaan, generasi seperti apa yang menjadi pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa pada peringatan 100 tahun kemerdekaan tersebut, yang konon katanya Indonesia menggapai kegemilangan Indonesia emas 2045. Jika kita mengunakan hitung-hitungan sederhana, maka dapat disimpulkan bahwa pemuda yang dimaksud dan pemegang estafet kepemimpinan bangsa pada peringatan 100 tahun kemerdekaan tersebut adalah mereka yang sekarang menyandang gelar mahasiswa, yang 28 tahun lagi akan mengisi ramalan kegemilangan Indonesia emas 2045.
Mahasiswa yang selalu dianggap sebagai insan akademis, berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berpikir rasional, obyektif serta kritis. Mahasiswa yang dianggap memiliki kemampuan teoritis, mampu memformalisasikan apa yang dia ketahui, dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran.
Mahasiswa, mereka yang sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, mengemban tanggung jawab Tri Dharma, pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Tentunya mahasiswa selalu diharapkan sebagai agent of change, agent of control, dan iron stock. Peran mahasiswa menjadi sangat ideal dengan pernyataan tersebut.
Mahasiswa sebagai man of future, yakni insan yang sadar akan cita-citanya juga cita-cita bangsa, dan tahu serta cerdik bagaimana mencari perjuangan untuk mengggapai cita-cita tersebut. Mahasiswa juga terbentuk sebagai man of inovator, penyuara idea of progress, insan yang berkualitas maksimal.
Namun sayangnya, pernyataan-pernyataan tentang mahasiswa tersebut hanyalah menjadi pengantar dan pidato pembuka pada masa ospek mahasiswa. Yang berarti pada kenyataanya "teori" tersebut seringkali hanya menjadi gagasan tanpa adanya implementasi yang signifikan dan berarti.