Aku benar-benar berpikir keras siapa orang ini. Kenapa ceritanya sangat misterius untukku. Siapa temannya yang bersamaku, Akbar? Orang ini temannya Akbar, kah?
“Ya, aku teman main Akbar. Akbar sungguh menyanyangimu Reina dan aku tak bisa tiba-tiba menunjukkan rasaku juga padamu. Hingga hari kelulusan tiba. Aku tak bisa mengutarakan rasa dihatiku. Walau begitu, aku tak kehilangan sesuatu informasi pun tentangmu.” Aku tak ingat apapun tentangnya, sungguh. Namun, mengapa hatiku ikut sakit mendengar ceritanya.
“Hari demi hari ingin aku memperkenalkan diriku padamu. Namun, aku lebih menyukai mengamatimu dari jauh. Aku hanya berharap waktu bisa berpihak padaku dan membuat perkenalan kita terjadi secara alami.” Hah? Perkenalan yang alami bagaimana? Yang seperti ini? Ini orang emang aneh deh.
“Reina, aku selalu menjagamu dari jauh. Aku tak pernah ingin kau terluka oleh siapapun. Bahkan saat kau putus dari Akbar yang membuatmu menangis semalaman. Aku tak bisa membiarkannya begitu saja. Maaf, Reina aku memukul Akbar.”
“Buat apa kau meminta maaf padaku? Yang kau lukai Akbar. Jangan berharap kata terima kasih dariku. Aku tak pernah memintamu.” Aku tak bersimpati padanya. Terlalu egois.
“Apakah kau masih mencintai Akbar, Reina?” tanya dia dengan nada serendah mungkin.
“Tidak.” Jawabku singkat. Tak perlu aku memberitahukan perasaanku yang sesungguhnya.
“Baiklah. Mungkin cerita setelah ini akan membuatmu ingat padaku. Mungkin juga mengembalikkan peristiwa yang tak ingin kau ingat,”
“Kalau begitu aku tak ingin mendengarnya. Selamat-“
“Tunggu! Aku harus menceritakannya padamu. Kumohon dengarkan ini!”
“Baiklah, buang bagian yang membuatku tak nyaman!”