Yogyakarta, 1 Oktober 2023 Kelompok Praktek Pengembangan Masyarakat (PPM) CSR Pertamina Adisucipto dari program studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ikut berpartisipasi dan meramaikan kegiatan Gladhen Alit Jemparingan di Sasana Sambilegi Kidul, Yogyakarta.Â
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2023 dan dihadiri oleh puluhan peserta baik dari Desa Sambilegi sendiri maupun dari luar daerah. Gladhen Alit diselenggarakan oleh pengelola wisata Jemparingan di Sambilegi untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat mempererat silaturahmi diantara masyarakat Sambilegi serta melestarikan olahraga sekaligus budaya lokal.
Partisipasi kelompok PPM Adisucipto dalam event tahunan ini sangat masif, mulai dari hulu hingga ke hilir acara. Di tahap persiapan dan pengkondisian, mahasiswa PMI membantu membersihkan joglo utama yang akan digunakan untuk singgasana atlet, juga turut membantu menyiapkan hidangan trandisional yang akan disuguhkan bagi tamu yang akan datang.Â
Ketika acara berlangsung para mahasiswa membantu memastikan sirkulasi suplai hidangan berjalan sesuai rencana, serta membantu memobilisasikan perlengkapan yang harus dipindahkan. Menjelang acara berakhir, para mahasiswa memastikan peralatan yang digunakan dalam acara kembali ke tempat semestinya.
Gladhen Alit berasal dari bahasa Jawa yang atinya latih tanding atau laga persahabatan. Gladhen Alit merupakan ajang latihan namun tetap diperlombakan meskipun tidak ada hadiah yang fantastis melainkan hanya sekedar untuk bebungah atau seru-seruan dalam bentuk barang. Biasanya diambil juara 1, 2 dan 3 dengan kategori pemanah perempuan dan pemanah laki-laki. Juara ditentukan dengan banyaknya poin yang diperoleh.Â
Di samping itu, setiap anak panah berhasil menancap di bandul target atau wong-wongan akan mendapatkan hadiah langsung sesuai skornya. Hadiah ini biasanya berupa tempe yang dibungkus daun dan lain-lain. Di acara Gladhen Alit juga disediakan makanan prasmanan yang terdiri dari makanan-makanan angkringan seperti nasi kucing, gorengan, sate usus, teh manis dan teh seruni. Makanan-makanan ini disiapkan oleh ibu-ibu KWT Arimbi.Â
Makanan angkringan ini melambangkan bahwa kebahagiaan tidak terletak pada kemewahan, melainkan momen makan bersama dengan orang-orang yang disayangi. Hal ini pula yang menjadi salah satu daya tarik kegiatan Gladhen Alit jemparingan di Sambilegi.
Jemparing dalam bahasa Jawa sendiri artinya adalah panah. Yang membuatnya berbeda dengan olahraga panahan modern adalah bentuk busur panah atau biasa disebut dengan gendowo-nya yang sangat sederhana, terbuat dari kayu dan bambu. Dalam jemparingan, pemanah duduk bersila dan berpakaian tradisional kejawen yang juga memiliki aturan tertentu dalam pemakaiannya. Â Wanita mengenakan jarit sementara laki-laki mengenakan blankon dan surjan.Â
Jemparingan sendiri memiliki filosofi yaitu pamenthaning gendewa, mujudake pamenthenging cipta, yang artinya jemparingan bukan sekadar olahraga namun juga seni mengolah rasa di mana seorang pemanah dalam membidik mereka juga melibatkan rasa sehingga dibutuhkan ketenangan saat bermain.Â
"Jemparingan itu juga mengandung pesan bahwa apabila manusia memiliki cita-cita haruslah berkonsentrasi penuh pada tujuan agar dapat tercapai". Ucap ibu Setyati, salah satu peserta sekaligus merupakan pengurus KWT Arimbi Sambilegi Kidul.
Aturan main dalam jemparingan cukup sederhana. Pemain harus duduk dengan posisi bersila dengan jarak 30 meter dari sasaran, kemudian pemain harus menembakkan anak panah ke bandul putih yang menggantung dengan panjang kira-kira 30 centimeter. Sasaran dalam jemparingan disebut wong-wongan.Â
Lalu posisi busur mendatar di hadapan perut sehingga bidikan panah mengandalkan perasaan hati pemanah. Biasanya, pemanah diberi kesempatan menembak dalam 20 rambahan (ronde) dengan empat anak panah pada setiap ronde. Poin tertinggi akan diperoleh jika anak panah menancap pada bagian merah bandul. Jemparingan hanya memiliki 2 event perlombaan saja, yaitu Gladhen Alit (latih tanding) dan Gladhen Ageng (pertandingan yang sebenarnya).
"Acara Gladhen Alit jemparingan ini tuh seru banget, melihat perlombaan panahan dengan nuansa tradisional. Sayang banget tidak bisa menonton sampai selesai karena lombanya sampai jam 10 malam. Semoga nanti dapat kesempatan untuk mencoba jemparingan ini". Ucap Irfan Fatawi, anggota kelompok PPM CSR Pertamina Adisucipto sebelum mengakhiri kegiatan kami menonton acara Gladhen Alit jemparingan.
Tentang Sasana Jemparingan Sambisena Sambilegi
Sasana Jemparingan Sambisena Sambilegi adalah tempat untuk berlatih dan berkompetisi dalam olahraga panahan tradisional mataram Jawa yang menggunakan busur dan anak panah yang dibuat secara tradisional. Olahraga panahan tradisional ini memiliki akar sejarah dan budaya yang kuat di Indonesia, karena berkaitan dengan kisah pewayangan, perang, dan tradisi lokal.Â
Pembentukan Sasana Jemparingan Sambisena ini diawali oleh para karang taruna yang memiliki ketertarikan di bidang jemparingan. Karena ketertarikan dalam melestarikan budaya panahan tradisional itu, mereka memiliki ide untuk membuat sasana melalui kerja sama dengan CSR DPPU PT Pertamina Adisucipto.Â
Tujuan CSR DPPU PT Pertamina Adisucipto melakukan fasilitasi pembuatan Sasana Jemparingan Sambisena untuk memaksimalkan potensi masyarakat yang ada di wilayah sambilegi. Harapannya dengan masuk nya program ini mampu menumbuhkembangkan hal yang positif bagi pedukuhan sambilegi. Sasana Jemparingan Sambisena Sambilegi ini sebagai wadah untuk terus dapat melestarikan budaya yang ada agar tidak termakan oleh zaman dan kedepannya dapat menjadi budaya turun temurun untuk generasi berikutnya.
Contact us
Mahasiswa PMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
@ppmcsradisucipto2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H