Terasa cukup untuk mengabadikan momen, kami langsung turun, kami juga menyadari kala itu jika kami harus mengejar waktu karena salah satu rekan kami pukul 14.00 WIB harus berangkat kerja. Bisa terbayang bagaimana kami turun dengan sedikit melangkah cepat namun tetap hati-hati. Ada yang unik disaat perjalanan turun, kami melihat sekumpulan binatang menyerupai kera (posturnya melebihi kera) sedang mengayun-ayun di pohon.Â
Hal tersebut membuat kami percaya, bahwa kawasan Gunung Muria masih terbilang asri, belum sepenuhnya dijamah oleh manusia untuk kepentingan duniawi.
Inilah yang harus dilestarikan bersama, tidak merusak ekosistem hutan supaya hewan yang bisa hanya dilihat di daerah gunung bisa tetap hidup dan terjaga kelestariannya. Tidak hanya hewan saja, tumbuh-tumbuhan juga, jangan asal menebang pohon sembarangan. Biarlah alam bertumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya tanpa campur tangan manusia.Â
Tak terasa berada di penghujung kepenulisan, kesimpulan yang dapat penulis ambil dari perjalanan pendakian ini, hidup di dunia jangan bersifat sombong, angkuh, karena kita semua hanya bagian terkecil dari alam semesta ini.
Sudah sepantasnya kita senantiasa bersyukur akan nikmat-Nya, menata sikap kita untuk selalu menabur kebaikan kepada sesama, alam. Karena sejatinya kita hidup berdampingan dengan alam semesta. Dan tak kalah penting, dari pendakian ini penulis semakin yakin akan hobi baru penulis, yaitu mendaki gunung.
Meskipun pada setiap perjalanan menuju puncak rasa lelah, ingin cepat turun, namun percayalah, rasa candu akan terus menghiasi hidup kalian bila sudah sampai dirumah. Maka dari itu, mendaki gunung itu mengasyikan! Salam Lestari!
Nb: Pendakian dilaksanakan bulan Desember 2019, dan dengan rasa bangga saya angkat ke bentuk penulisan di Kudus, 19 Juni 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H