Namun, apakah dengan hasil kerja tersebut mampu membuat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mendapatkan kepercayaan publik? Karena pada dasarnya, lembaga negara memang bertujuan untuk kesejahteraan dan kedamaian masyarakat.
Kepercayaan Publik, dan Tahun Politik
Kepercayaan dapat diartikan dengan adanya pengakuan terhadap seseorang dalam memenuhi harapan. Kepercayaan dapat diraih berkat hasil atau amanah yang dijalankan dengan baik, sehingga mampu memberikan rasa aman dan yakin akan pekerjaan atau tugas pokok yang diemban.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sendiri melakukan banyak sekali inovasi agar keterbukaan informasi sebagai lembaga negara menjadi transparan.
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia  Anwar Usman menerangkan transparansi sistem peradilan di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi.
Seperti persidangan yang disiarkan secara live streaming, penjadwalan sidang yang selalu diperbarui via laman Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, risalah, dan audio sidang yang selalu diunggah, serta pemuatan putusan pada laman Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, pasca pembacaan putusan selesai dilaksanakan.
Semua hal itu, menurutnya, merupakan bentuk transparansi yang selalu dipraktikkan serta dikembangkan, sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia kepada masyarakat.
Namun berdasarkan laporan survei kepercayaan publik terhadap lembaga negara yang oleh Populis Center, Lembaga Survei, dan Indikator Politik. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga masih ditempati oleh Tentara Nasional Indonesia dan Presiden.
Sedangkan lembaga legislatif dan partai politik menempati urutan terbawah dalam hal kepercayaan publik.
Apabila melihat data sekilas, timbul pertanyaan mengenai apa yang dibutuhkan masyarakat agar tetap percaya dengan lembaga negara, bagaimana meningkatkan kepercayaan tersebut, dan kenapa citra hukum masih rendah di mata masyarakat Indonesia?
Mari membedah apa itu kepercayaan dan bagaimana toleransi masyarakat terhadap "biaya politik" di Indonesia.