Aksi demo Sahabat Muda Surabaya di DPRD Kota Surabaya
Alhamdulillah. Kota Surabaya secara resmi bakal melarang penjualan minuman beralkohol (Mihol). Raperda Pelarangan Mihol kini sedang digodhok di DPRD Kota Surabaya. Anggota DPRD Surabaya pun sudah bersepakat untuk menyetujui Raperda tersebut.
Menurut Ketua Sahabat Muda Surabaya (SMS) Alaik S. Hadi, dukungan proses pengesahan regulasi Mihol di Surabaya perlu terus mengalir untuk dikawal bersama-sama. Sebab, setiap kebijakan pemerintah akan berdampak luas terhadap masyarakat.
Karena, mengawal Raperda Pelarangan Mihol diSurabaya ini bukan hanya sekadar persoalan agama, melainkan juga menyelamatkan generasi Surabaya yang bersih, sehat hati, badan, dan pikirannya.
Karena itulah SMS mengajak seluruh masyarakat Surabaya bersama-sama memperjuangkan Raperda Pelarangan Mihol agar segera direalisaskan secara menyeluruh produksi, peredaran dan konsumsi Mihol dalam bentuk dan jenis apapun di Kota Pahlawan ini.
“Tujuannya agar pengesahan Raperda pelarangan Mihol itu bisa terlaksana di Kota Surabaya. Bahkan, bila diperlukan kita siap bersama warga Surabaya mendesak Gubernur Jatim untuk menyetujui aturan tersebut,” tegas Alaik S. Hadi kepada wartawan.
Sebelumnya, Pengurus NU Surabaya mengapresiasi sikap DPRD dan pimpinan serta anggota pansus yang menanggapi positif aspirasi warga yang dibawa oleh warga Nahdliyin. Mereka berharap pihak DPRD Surabaya dan pemkot setempat mewujudkan kota perjuangan ini bebas dari miras melalui otoritas yang dimiliki.
“Semoga komitmen yang telah dinyatakan DPRD Surabaya di hadapan umum tadi betul-betul diwujudkan sampai disahkannya Raperda Pelarangan Mihol di Surabaya,” ujar Ketua PCNU Surabaya Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, Mag.
PCNU Kota Surabaya berharap semua anggota DPRD memiliki sensitifitas terhadap problem moral dan sosial masyarakat. Mereka, menurut pengurus NU Surabaya, tidak boleh main-main dalam menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan kemaslahatan warga Surabaya.
NU bersama warga Surabaya akan terus mengawal Raperda Mihol dan perumusan kebijakan lainnya yang terkait dengan kemaslahatan warga kota.
“Ini semua merupakan panggilan peran NU sebagai jam‘iyah diniyah dan ijtima’iyah yang fokus pada kemaslahatan umat Islam, bangsa, dan Negara Kesatuan RI (ri’ayah syu’unil ummah),” lanjut dosen UIN Sunan Ampel itu.
Sebelumnya, pada Senin, 7 Februari 2016, PCNU Surabaya juga turun tangan menyoal polemik aturan pengawasan dan pembatasan mihol ini di komisi B DPRD Kota Surabaya.
Ketua PCNU menyampaikan agar Raperda tersebut direvisi, tidak hanya melarang peredaran Mihol di supermarket maupun hypermart saja. Melainkan juga seluruh bar maupun tempat hiburan.
“PCNU Surabaya meminta agar Surabaya harus bersih dari peredaran minuman beralkhol,“ kata Muhibbin didampingi sejumlah kiai.
Pada Kamis, 10 Februari 2016, Tim Pansus Raperda minuman beralkohol (mihol) sepakat untuk menolak adanya peredaran di tingkat pengecer, yakni supermarket dan hypermart. Pembahasan tersebut berakhir dengan voting yang akhirnya seluruh pansus kompak menolak.
Berbeda dengan sebelum adanya desakan dari berbagai ormas, khususnya PCNU Surabaya menyoal aturan peredaran Mihol di Surabaya, khususnya pada pasal 6. Pasal ini membuka kemungkinan peredaran Mihol di supermarket dan hypermarket.
“Pasal ini menimbulkan polemik di masyarakat luas, hingga memicu beberapa aksi massa untuk mencabut aturan tersebut,” kata ketua Pansus Raperda Mihol Edi Rachmat.
Tim pansus akhirnya membahas kembali soal peredaran mihol ini, lantas melakukan voting terhadap 10 anggota Komisi B. Ada dua opsi yang ditawarkan. Opsi pertama menyetujui mencoret pasal 6, yang berisi pelarangan menjual mihol di supermarket maupun hypermart.
Opsi kedua melarang sepenuhnya peredaran dan penjualan. Hasil dari opsi diskresi tersebut, 6 anggota menyetujui opsi kedua, termasuk anggota pansus yang saat itu sepakat meloloskan aturan dalam pasal 6 .
Ketua Pansus Raperda Mihol Edi Rachmat, optimis hasil keputusan ini akan disetujui oleh Gubernur Jatim Soekarwo, tanpa adanya revisi ulang. Kini, tinggal menunggu saja bagaimana keputusan Gubernur Soekarwo.
Raperda Tahun 2016 tentang minuman keras ini sudah disetujui oleh DPRD Kota Surabaya dari pengendalian menjadi pelarangan dan diharapkan segera ditetapkan menjadi Peraturan Gubernur (Pergub).
Jika mau, sebenarnya Gubernur Soekarwo bisa mencontoh Gubernur Papua Lukas Enembe yang telah menerbitkan Instruksi Gubernur Papua Nomor 3/INSTR-GUB/Tahun 2016 yang isinya tentang Pelarangan Mihol di wilayah Papua.
Pelarangan Mihol itu menyusul Pakta Integritas pelarangan minuman beralkohol pada akhir Maret 2016 saat Rakerda Bupati/Walikota se-Provinsi Papua. Kebijakan Gubernur Lukas itu diapresiasi Ketua Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol dari FPPP Arwani Thomafi.
“Kami menilai apa yang dilakukan Gubernur Papua sudah tepat,” tegas Anggota Komisi II DPR RI ini kepada wartawan di Jakarta. Gubernur Papua, kata Arwani, memahami masalah minuman beralkohol adalah persoalan bangsa.
“Dia lakukan sesuatu untuk kebaikan rakyatnya. Ini menjadi konfirmasi bahwa usulan kami di DPR terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol (RUU LMB) memang muncul karena keinginan dari bawah. Sesuatu yang sungguh-sungguh dibutuhkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Menurut Arwani Thomafi, inilah saatnya negara hadir untuk memberikan perlindungan yang sebenarnya kepada warganya. Saat ini Pansus RUU LMB memasuki Pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja).
Ada tiga pandangan yang berkembang di pansus. Pertama, pendapat yang mendorong RUU ini memiliki semangat untuk melakukan pelarangan minuman beralkohol tanpa pengecualian alias melarang total.
Kedua, mereka yang mendorong agar RUU ini berisi larangan minuman beralkohol namun dengan pengecualian. “Fakta bahwa ada kelompok tertentu yang masih bersahabat dengan alkohol diakomodasi dengan kata pengecualian,” ungkapnya.
Yang ketiga, adalah kelompok yang mendorong membolehkan minuman berakohol namun dengan pengecualian. Pemikiran ini paradoks dengan kelompok yang kedua yaitu melarang dengan pengecualian, kelompok ini sebaliknya, membolehkan dengan pengecualian.
Untuk Surabaya, Panitia Khusus Minuman Beralkohol DPRD Kota Surabaya memutuskan pelarangan peredaran Mihol tipe A berkadar alkohol di bawah lima persen, dijual di tingkat pengecer termasuk di swalayan seperti Hypermarket dan Supermarket.
Dengan putusan ini, jika kelak menjadi Peraturan Daerah (Perda), memastikan Surabaya jadi bebas (dalam arti bersih) dari peredaran atau perdagangan Mihol.
Tim Pansus Mihol DPRD Kota Surabaya, juga memutuskan sikap diskresi atas hasil revisi Gubernur Jatim Soekarwo yang sempat menolak adanya larangan, dan mengusulkan untuk pengendalian atas penjualan minuman beralkohol di tingkat pengecer.
Pembahasan Raperda Mihol, saat berlangsung dengar pendapat (hearing) selama dua jam, diantaranya dihadiri pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) serta Bagian Hukum Pemkot Surabaya.
Meski hearing sempat berlangsung alot dan timbul sejumlah perbedaan pendapat, namun pada akhirnya Tim Pansus bersepakat untuk menetapkan melarang peredaran Mihol tipe A berkadar di bawah lima persen dijual di tingkat pengecer di Hypermarket dan Supermarket.
Bahkan, menurut Ketua Pansus Edi Rachmad, tak hanya sekedar melarang peredaran dan penjualan, melainkan juga akan terus melakukan pemantauan serta menambahkan ketetapan tersebut ke dalam Raperda.
Penjualan tidak saja di tingkat eceran, termasuk seperti di Hypermarket dan Supermarket, tapi juga di bar-bar penjual minuman, nantinya juga tidak diizinkan menjual minuman beralkohol, termasuk took-toko dilarang menjual bahan-bahan yang bisa dijadikan bahan dasar campuran minuman dan makanan mengakibatkan memabukkan.
Menurut Edi Rachmat, hasil keputusan dari hearing ini, segera masuk ke Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kota Surabaya. Selanjutnya, dalam bulan ini, dijadwalkan Raperda Mihol tersebut dibahas lebih lanjut dan ditetapkan menjadi Perda untuk diterapkan.
Sebelumnya, pembahasan Raperda Mihol di DPRD Kota Surabaya ini sempat menjadi bahan pembicaraan luas, bahkan sempat pula mendapat protes dari sejumlah ormas, terutama atas pasal 6. Dalam hal ini, Gubernur Jatim sempat menolak adanya larangan dan mengusulkan untuk pengendalian atas penjualan minuman beralkohol di tingkat pengecer.
Penolakkan (revisi) Gubernur tersebut menggunakan dasar pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 6 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Peredaran Minuman Beralkohol. Juga mendasar pada Peraturan Presiden (Perpres) No 74 Tahun 2013, tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
Meski demikian, tentang keputusan diskresi yang diambil oleh Tim Pansus terhadap Revisi Gubernur Jatim tentang Mihol, sebagai langkah untuk inisiatif membersihkan Surabaya dari peredaran Mihol.@
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI