Jadi, total produksi pabrik di Jakarta dan sekitarnya hanya sekitar 180 ribu ton/bulan. Jika dihitung, total produksi besi-baja yang ada di Indonesia hanya sekitar 330 ribu ton/bulan. Harga bahan baku besi-baja setiap saat selalu berubah.
Pada sekitar Maret-April 2004 lalu, misalnya, harganya masih sekitar Rp 1.250/kg, tapi pada Agustus harga besi-tua malah melonjak antara Rp 700/kg hingga Rp 2.200. Harga Rp 700/kg itu untuk sejenis kaleng, danRp 2.200 untuk jenis besi-tua termahal. Harga di luar pabrik malah ada yang berani sampai Rp 2.250/kg.
Sekarang ini, pabrik cuma berani membeli dengan harga Rp 2.000/kg. Karena kekurangan bahan baku dan produk inilah yang membuat harga bahan baku dan produknya menjadi tak stabil. Hingga akhir 2004 lalu harga dari pabrik masih berkisar antara Rp 4.750 hingga Rp 5.000/kg untuk besi beton.
Tak salah jika ada anggapan satu-satunya usaha yang masih bisa dinikmati adalah bisnis besi-tua. Tapi sampai kapan bahan baku seperti besi-tua ini tersedia di masyarakat, itu yang patut dipertanyakan. Karena selama ini belum ada bahan pengganti besi-baja. Proyek-proyek banyak yang tak bisa jalan karena bahan bakunya langka. Diperkirakan, 5 hingga 10 tahun ke depan bahan baku besi-baja ini bakal habis. Karena adanya kelangkaan bahan baku, investor besi-baja enggan masuk ke Indonesia.
Sekarang ini banyak pabrik dan investor yang tengah mencari bahan baku besi-baja. Salah satunya yaitu pasir besi. Sebagai wilayah yang mempunyai potensi pasir besi, sudah saatnya Pemprov Jatim mendorong Pemkab setempat segera “mengelola” SDA yang bernilai seperti “emas” itu dengan bijaksana tanpa mengabaikan keselamatan lingkungan.
Dengan kontrol yang ketat dari Pemprov Jatim dan Dinas terkait, pengelolaan tambang pasir besi itu bisa dikelola dengan baik sehingga tidak merugikan masyarakat dan merusak lingkungan. Jika ditambang secara legal, maka bisa diketahui, kemana saja pasir besi yang diangkut truk-truk itu dikirim, sehingga kasus Tosan-Salim tidak terulang.@
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H