Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nadiem Sudah Berbuat tapi Belum Cukup

2 Mei 2024   12:34 Diperbarui: 2 Mei 2024   13:18 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hardiknas SMPN 52 Jakarta (Dok.pri)

Perubahan cukup banyak dilakukan Nadiem untuk perbaikan pendidikan negeri ini. Bahkan sudah puluhan seri Merdeka Belajar diluncurkan.  Sudah cukupkah apa yang dilakukan Nadiem?

Kutipan dari Pahlawan Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara adalah "Jadikan setiap tempat sebagai sekolah dan jadikan semua orang sebagai guru. "

Nadiem sepertinya sedang berupaya keras membumikan Ki Hajar dalam alam pendidikan nasional yang selama ini dirasa terlalu jauh keluar dari jalur tersebut. Maka Ki Hajar pun seperti hidup kembali semasa Nadiem duduk di Gedung Nan Megah di Senayan. 

Nadiem sudah melakukan  penghapusan Ujian Nasional (UN). Keluhan tentang UN sudah tak bisa lagi dihitung jumlahnya. Tapi, tak bisa dihapuskan walaupun persoalan hukum sudah menyatakan perlunya  penggantian model UN. 

Semua orang tahu bagaimana dampak soal ujian yang hanya menyediakan pilihan ganda jika dijadikan penentuan kelulusan seseorang.  Bahkan Pernah ada seorang anak yang menjadi juara olimpiade sains tingkat nasional gagal saat mengerjakan ujian nasional. 

Secara psikologis,  anak anak juga terbebani dengan materi yang cukup padat.  Wajar jika bimbingan belajar lebih dianggap berhasil dibandingkan dengan pembelajaran di sekolah.  Orang tua seakan tak percaya pada guru. Sehingga bimbingan belajar adalah sebuah kewajiban. 

Perubahan sistem penerimaan siswa baru menjadi  beberapa  jalur juga sangat baik untuk perkembangan pendidikan.  Tak ada lagi sekolah favorit.  Semua sekolah sama.  Jarak rumah yang menentukan dalam setengah dari PPDB. 

Hanya saja, ketika tak ada sekolah favorit,  yang muncul adalah sekolah yang sulit berkembang.  Sekolah menjadi begitu kaku sehingga lumpuh dalam meningkatkan kemajuannya. 

Guru menjadi penentu keberhasilan pendidikan.  Dalam kebijakan tentang guru ini Nadiem tampak keteteran.  Tak ada yang bisa dibereskannya. 

Guru penggerak adalah sebuah kesalahan yang lumayan memprihatinkan.  Jika sebelum Nadiem ada semacam pengkastaan guru berdasarkan sudah atau belum sertifikasi.  Pada masa Nadiem pengkastaan itu bertambah dengan adanya guru penggerak dan bukan guru penggerak. 

Program sertifikasi guru benar-benar tercecer di saat Nadiem.  Mungkin karena fokus terbelah dengan program guru penggerak.  Sehingga masih banyak guru yang mengajar tanpa kualifikasi profesional. 

Alih Alih membereskan program sertifikasi guru, Nadiem membuat blunder dengan guru penggerak nya.  Batasan usia di bawah 50 tahun telah benar-benar menghakimi guru senior dalam meniti jenjang karier.  Wajar jika gugatan PGRI diterima dalam  batas usia guru penggerak. 

Di Jakarta,  kota terbesar di negeri ini, masih kekurangan banyak guru. Jangan berpikir lagi tentang dari di ujung mata menatap.  Bahkan  Dinas Pendidikan DKI pun akhirnya berakrobat dengan memberikan kewajiban guru berada di depan kelas sebanyak 35 jam dalam seminggu.  Padahal,  jumlah jam pembelajaran hanya 38 dalam seminggu. 

Guru tak bisa berbuat banyak kecuali berdiri di depan kelas.  Padahal guru dituntut meningkatkan kapasitas diri agar tidak tertinggal perkembangan keilmuan. 

Guru PPPK sudah mulai berdatangan.  Problem yang terjadi,  guru PPPK yang datang ke sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri.  Terus mau diapain?

Ada aplikasi PMM yang digembar gemborkan sebagai memperingan kerja guru.  Itu cuma omong kosong.  Karena guru justru semakin terbebani.  Misalnya saja, program SKP melalui PMM yang akan menyudahi keribetan guru selama ini. Justru sekarang guru harus membuat 2 SKP.  SKP pertama melalui PMM dan SKP kedua yang dibuat manual melalui Dinas Pendidikan. 

Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Nasional.  Pendaftaran untuk menggunakan Kurikulum Merdeka bersifat sukarela.  Sedangkan Kurikulum Nasional akan bersifat wajib. Hanya saja,  sampai hari ini masih banyak yang belum melakukan pendaftaran sehingga waktu pendaftaran diperpanjang. 

Tentu banyak sebab enggan mendaftar. Karena Kurikulum ini hanya disiarkan melalui PMM.  Tak ada pintu lain.  Sehingga sangat terbatas akses sekolah sekolah di daerah tertentu. 

Ini cuma sedikit catatan untuk Nadiem. Menteri Pendidikan yang mungkin akan diganti dengan menteri baru kabinet Prabowo Gibran. 

Selamat  Hari Pendidikan Nasional.  Semoga Pendidikan semakin baik di masa depan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun