Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Anak Saya Bandel Banget

19 Januari 2024   06:25 Diperbarui: 19 Januari 2024   07:03 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang tetangga mengeluhkan anaknya yang bandel banget.  Hampir dalam segala hal anaknya melawan. Kalau disuruh  ke kiri, anaknya pasti ke kanan. Kalau di suruh ke kanan,  malah ke kiri.

"Anak bapak kok bisa nurut nurut. Tak pernah dengar suara keras dari rumah bapak. Sebetulnya resepnya apa, Pak Guru?" tanya tetangga saya itu.

Saya cuma senyam senyum aja mendengarkan pujiannya. 

"Bagi resepnyalah."

"Sebetulnya mudah, Pak."

Seorang pedagang somay lewat. Menawari kami yang sedang ngopi di pos RT.  Tapi kami bersamaan menggeleng.  Rasa kopi menjadi hambar kalau dicampur apa pun.

"Iya, apa?"

Aku pun bercerita.  Begini cerita agak panjangnya. 

Sejak kecil, aku tak pernah menyuruh anak. Kebiasaan menyuruh ini yang harus dihindari orangtua. Karena akibatnya akan seperti tetanggaku itu. 

Maksudnya?

Saya (pakai saya aja lebih enak) lebih senang mengajak anak untuk melakukan sesuatu.  Ketika kamarnya berantakan,  saya tidak menyuruh anak saya membereskannya. Terus dibiarkan,  gitu?

Tidak jugalah.  Saya mengajak anak saya untuk membereskanya.  Artinya,  saya ikut serta membereskan. 

"Bereskan kamarmu!"

Kalau saya suruh begitu, anakku pasti enggan bergerak.  Bahkan kadang  bisa melawan kalau kalimat itu berulang didengarnya.  Apalagi kalau sampai 3 kali dalam sehari. 

"Ayo, kita bereskan kamarmu!"

Dia akan beranjak ngebantuin ayahnya.  Nah, saat itulah kita ajarin cara praktis membereskan kamar. 

Itu salah satu contoh. 

Dan jika anak anak masih kecil.  Kalau sudah besar, saya lebih banyak mengajaknya diskusi. 

Misalnya,  ketika dia ingin memilih jurusan atau peminatan di SMA,  saya tanya dia akan pilih apa. Setelah dia tahu pilihan nya, saya tanya kenapa.  

Ketika pertanyaan pertanyaan itu dijawabnya dengan baik, berarti dia sudah memahami segalanya tentang pilihannya itu. Saya tidak menyangkal atau membelokkan pilihannya.  Biarkan dia bertanggung jawab terhadap pilihannya. 

"Kemarin anak saya mau masuk jurusan filsafat.  Hari gini, mau berfilsafat? Akhirnya, aku suruh masuk komunikasi.  Salah ya?"

"Salah. Makanya berantem mulu."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun