Setiap malam, aku yang selalu tidur paling akhir. Untuk menunggu mata ngantuk, Â kebiasaan ngerokok di ruang tamu masih kulakukan sampai saat ini.
Untuk ngontrak di tengah kota, jelas tak mungkin. Â Gajiku bukan hanya untuk bayar kontrakan, Â juga buat makan dan biaya sekolah anak anakku.Â
Kontrakan ku yang sekarang ada di pinggiran kota. Bahkan hanya beberapa meter saha dari pemakaman umum. Â Harganya sudah pasti hanya separuh dari harga kontrakan di tengah kota.
"Assalamualaikum. "
Aku membuka pintu. Tapi tak asa orang di depan. Aku masuk lagi. Mungkin tamu tetangga sebelah rumah.Â
Tok, tok, tok.
Pintu rumahku ada yang ngetuk. Â Aku kembali ke depan.Â
Pas aku buka ada seorang ibu di depan pintu.Â
"Untuk keluarga Bapak,  saya tetangga baru," kata perempuan itu sambil menyerahkan  bingkisan plastik.Â
"Terima kasih. Silakan masuk dulu," kataku sambil meletakkan bingkisan itu di meja.
Pas aku tengok, Â tak ada siapa siapa di depan pintu rumah. Kosong.Â
Aku jadi ingat orang yang tadi sore baru di kuburan umum tak seberapa jauh dari rumah. Dia kah warga baru itu?
Bingkisan itu pun aku ambil dan letakkan di depan pintu rumah. Semoga diambil lagi sama yang punya. Â Tak berani aku membuka nya.Â
Ketika pagi aku ceritakan pada istriku, Â istriku tertawa terpingkal pingkal. Â Rupanya dia, pagi itu, menemukan plastik di depan pintu yang berisi bangkai tikus.Â
"Terus?"
"Aku lempar ke dekat kuburan baru."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H