Bapak mengajakku ke sawah. Â Katanya ada yang ingin diceritakan. Â Tak mau ada orang lain tahu, sehingga aku diajaknya ke sawah.Â
"Sambil ngrokok aja," kata Bapak sambil menyodorkan bungkus rokok kepadaku.Â
Ternyata Bapak sudah tahu kalau selama ini aku merokok. Dan dia tak apa.
Aku dan Bapak duduk di dangau yang cukup bersih di sawah. Â
"Mulai besok, sebaiknya kamu tak pulang ke rumah lagi. "
Bapak mengambil nafas panjang. Â Seperti sedang melepas beban yang begitu berat.Â
"Kamu pasti bertanya kenapa tak boleh pulang lagi."
Gunung Slamet tampak perkasa jika dilihat dari dangau yang ada di sawah bapakku. Â Tak ada satu pohonpun yang menghalanginya.Â
Bapakku ada preman paling di takuti. Â Bukan hanya di kampung ku tapi di kampung kampung sekitar kampung ku. Â Ada yang bilang bapakku tak mempan dibacok. Â Ada yang bilang bapakku bisa terbang. Â Bahkan ada yang bilang bapakku bisa menghilang.Â
Pernah asa yang njajal ilmu bapak. Â Sepuluh pemuda di kampung sebelah dibikin kapok oleh bapak. Â Bukan satu per satu, Â mereka maju bersama sepuluh orang. Â Main keroyokan. Tapi tak ada lecet sedikit pun di tubuh bapak padahal sepuluh pemuda lawanya babak belur.Â
"Apa yang kamu dengar selama ini tentang bapak, Â benar. Bapak memang tak bisa dibacok. Â Bapak juga bisa terbang. Bapak juga bisa menghilang. "
"Itu semua bapak dapat dari mbahmu. "
"Bapak tak ingin mewariskan ilmu ini kepadamu.  Cukup sampai bapak saja.  Untuk zamanmu yang dibutuhkan  tentu bukan ilmu yang bapak miliki. Ada zamannya masing-masing. "
"Jika kamu tetap tinggal bersama bapak, Â mau tak mau kamu harus mewarisi ilmu ini. Kamu harus melayani..."
Bapakku dipanggil mbah ke kamarnya. Â Ini ringkasan cerita bapak.
Kemudian kamar atau di kampungku disebut sentong itu ditutup dari luar. Â Bapak tak bisa ke mana mana, kecuali tiduran di tempat tidur yang spreinya berwarna hijau muda itu.
Bau wangi dupa begitu menyengat,  hingga bapak seperti  setengah sadar.  Pada saat itulah, bapak melihat perempuan cantik mendadak  sudah berada di sampingnya.  Perempuan itu telanjang bulat.Â
Sebagai pemuda yang belum pernah tidur bersama lawan jenis, tubuh bapak bergetar dari ujung rambut sampai ujung kaki. Â Tapi, bimbingan perempuan itu membuat bapak mampu melakukan tugas berat sebagai laki-laki tangguh. Â Sampai Subuh tiba, Â terus menerus pergulatan itu dilakukan bapak.Â
Itulah  malam pertama bapak.  Dan sejak saat itu, setiap bulan bapak menjalani ritual itu.Â
"Bapak tak ingin kamu menderita seperti bapak. Â Jadi, kamu harus pergi dari rumah. Â Kalau kamu kangen kita bisa ketemu di kota."
Saat ini, bapak sudah tak ada.  Aku hidup di kota lain. Bersama  3 anakku yang lucu lucu.  Kalau aku tidak pergi, anakku hanya boleh satu.  Dan hanya boleh laki-laki.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H