Pagi ini kampungku dibuat geger oleh berita perkelahian dua anjing semalam. Bagi sebagian orang, mungkin perkelahian dua anjing sudah biasa. Tapi, di kampung ku, perkelahian dua anjing adalah berita.Â
Tak ada yang memelihara anjing di kampungku. Mereka semua muslim yang taat. Ketika ada larangan memelihara anjing, kecuali jika untuk menjaga kebun, maka tak ada yang berani melanggar larangan itu.Â
"Kamu dengar juga? " tanya laki-laki itu.Â
"Bagaimana gak dengar, suaranya keras banget, " jawab temannya.Â
Ya, siapa pun yang berpapasan dengan orang lain, pasti akan menceritakan kejadian semalam itu.Â
Mungkin sekitar jam satuan. Karena kampungku tak banyak yang punya jam. Jadi biasanya orang akan mengira ngira waktu kejadian.Â
Pada awalnya terdengar makhluk yang lari kencang di jalanan kampung. Kemudian disusul lagi dengan suara yang nyaris sama.Â
Setelah sunyi sebentar, kemudian terdengar suara gonggongan. Bersahutan. Seperti sedang tawar menawar keberanian.Â
Ada beberapa laki-laki yang keluar rumah mendengar kebisingan itu. Tapi, tidak berani terlalu dekat dengan asal suara. Beberapa laki-laki malah menunjuk kebun yang berbeda pada saat cerita.Â
"Mungkin anjing tetangga kampung. "
"Di kampung sebelah juga belum pernah dengar ada yang memelihara anjing. "
Dan cerita itu akhirnya melebar karena orang orang justru mengaitkan kemunculan anjing sebagai anjing jadi jadian.Â
"Masa anjing jadi jadian berkelahi? "
"Bisa saja kalau di daerah itu sudah memiliki anjing jadi jadian. "
Dan kemudian anjing jadi jadian itu dikaitkan lagi dengan pemilihan lurah yang akan segera dilakukan di kampungku. Â Ada dua jagoan yang akan mencalonkan jadi lurah setelah lurah yang sekarang tidak bisa mencalonkan lagi.Â
Tapi, bisa juga berkaitan dengan penemuan lokasi tambang di kampungku. Katanya, di bukit sebelah kampungku mengandung bahan tambang yang mahal.Â
Jadi anjing anjing itu dikirim oleh pemilik modal untuk menjajagi kemungkinan mereka investasi di sini.Â
"Yang penting bukan karena rebutan sebungkus rokok aja, " kata Wak Jaro yang sudah mulai membuka warung bubur dan rokoknya itu.Â
Rokok? Aku cuma bisa tersenyum.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H