Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pohon Jengkol Samping Rumah

28 Oktober 2021   05:50 Diperbarui: 28 Oktober 2021   05:55 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Perempuan cantik, " katanya dengan percaya diri penuh. 

"Usia? "

"35-an."

"Kulit? "

"Bule."

Dan berita itu tersiar begitu saja. Sekampung pasti tahu jika di bawah pohon jengkol punya bapak ada penunggunya. Setelah cerita Kamdi beredar. 

Bagi kami, orang kampung, cerita pohon dengan penunggunya yang perempuan, yang cantik, dan yang bule adalah biasa. Walaupun kalau dipikir pikir aneh juga. 

Biasanya, makhluk halus juga punya sejarah. Misalnya, karena rumah tua itu ditinggalin oleh keluarga Belanda maka muncul hantu Belanda. Bule. Karena rumah tua itu dulu ditinggalin tentara Jepang maka muncul hantu Jepang. 

Di kampung ku tak pernah ada Belanda lewat, kok tahu tahu ada hantu bule? 

Ah, biarlah itu urusan si Kamdi. Orang yang ngaku pernah lihat hantu bule di pohon jengkol bapak. Bahkan dia gencar menceritakan nya ke sana kemari. 

Keluarga ku sendiri tak ada yang pernah lihat. Bahkan tak ada yang peduli. Termasuk aku sendiri. 

Kalau siang, matahari panas, banyak ibu ibu duduk di bawah pohon jengkol yang rindang tersebut. Mereka ngerupiin apa saja.

Kadang sambil nyari kutu. Kebiasaan yang terus terjaga hingga kini. 

Dan waktu itu belum Magrib. Tapi suasana sudah agak gelap. Karena sepanjang sore hujan cukup lebat. 

Aku sedang berdiri di Jendela kamar. Kebetulan tidak jauh dari pohon jengkol. Dari jendela itu, terlihat jelas pohon jengkol. 

"Hah? "

Seorang perempuan. Berkulit putih. Sedang duduk sendirian di bawah pohon jengkol. 

Aku kucek mata. Dan dia tetap terlihat jelas. Perempuan itu memandang ke arahku. Dan tersenyum. Padaku. 

Sejak saat itu, aku percaya dengan Kamdi. Percaya banget. Suer! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun