Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Taliban Menenteng Cangkul

24 Agustus 2021   16:03 Diperbarui: 24 Agustus 2021   16:16 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puluhan tahun otak Taliban dipenuhi dengan semangat perang. Menggempur atau hancur. Menyerang atau menyerah. 

Setiap hari menenteng senapan. Tidur pun mungkin memeluk benda keramat di tengah kecamuk perang. 

Kini mereka sudah menang. 

Terus, pertanyaannya, apakah mereka akan terlihat di ujung jalan, di tengah kota, di perbatasan, bahkan di gedung gedung pemerintahan dengan tetap menenteng senjata? 

Jika jawabannya, iya, maka rakyat Afganistan masih akan terus didera derita. Anak-anak akan tetap buta aksara. Orang-orang tua akan bingung mau apa. 

Afganistan akan terus dekat dengan kemiskinan. Afganistan akan tetap diintai kelaparan. Afganistan akan mendekam dalam kebodohan. 

Alangkah indahnya jika Taliban taruh tuh senapan. Ganti menenteng cangkul untuk masa depan yang sejahtera. Ganti menenteng laptop untuk sebuah perencanaan masa depan yang semakin rumit. 

Kesalahan para komandan perang adalah ketika mereka sudah menang tapi masih terus mempertahankan hari harinya di pucuk senapan. Kecurigaan akan muncul walaupun hanya sebuah bayangan. 

Mereka lupa bahwa setelah menang, tentunya ada tahapan lanjutan. Setelah perang usai tentu dilanjutkan dengan pembangunan. Tanpa pembangunan apa arti menang perang? 

Bangun gedung gedung sekolah. Cetak buku buku. Simpan bayonet. Apalagi peluru. 

Memang susah. Karena mereka sudah puluhan tahun hidup dalam situasi perang. Situasi yang menuntut kewaspadaan. Juga kelihaian. Membunuh atau dibunuh duluan. 

Tak secepat membalikkan tangan. Tapi sejarah harus diikuti tanpa kesah. Zaman punya dunia masing masing. 

Dan masa depan Afganistan tentu ada pada anak-anak yang sekarang masih terus bertanya. Kenapa negerinya terus dilanda perang. Kenapa negerinya lupa untuk mengurus masa depan. 

Yah, semoga tak muncul lagi di televisi. Taliban sedang menenteng senapan. Mereka sudah berganti pemikiran. Bukan lagi perang yang mendera otaknya, tapi bagaimana memenangkan perdagangan dengan China, Rusia, dan Amerika. 

Semoga saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun