Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melupakan Ki Hajar Dewantara

5 Juli 2021   08:06 Diperbarui: 5 Juli 2021   08:12 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa anak kelas 1 SMP tidak diberi cukup 3 pelajaran saja. Pilihlah pelajaran yang paling penting. Sehingga jumlah tugas juga tak perlu sebanyak itu. 

Setiap hari anak itu menerima dua mata pelajaran selama pjj. Berarti, minimal ada 2 tugas yang harus dikerjakan si anak setelah kecapean memelototi HP jadulnya itu. Jumlah kan berapa tugas yang harus dikerjakan si anak selama seminggu. 

Guru juga pusing, tahuuuu. Kata temanku yang sudah puluhan tahun bergulat di depan kelas. Anak muridnya sudah banyak yang menjadi pejabat, dan dia tetap sebagai guru. 

Setiap tengah semester, selalu dibagikan rapor. Sering disebut sebagai rapor bayangan. Rapor asli sendiri akan dibagi pada saat pembelajaran sudah dilaksanakan selama satu semester. 

Ketika pembagian rapor itulah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum yang bertugas membantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan kurikulum di sekolah pasti akan menagih nilai kepada semua guru. Pembagian rapor berarti pengumpulan nilai oleh guru ke wakil kurikulum tersebut. 

Berapa nilai yang harus disetor? 

Jumlah nilai yang harus disetor sejumlah kompetensi dasar yang tersedia. Pada semester satu misalnya, untuk beberapa pelajaran ada yang harus nenyetor nilai hingga 20 biji jumlahnya. 

Jumlah 20 biji itu kalau dirata rata berarti dalam satu minggu minimal ada 1 nilai karena jumlah minggu efektif tidak pernah lebih dari 20 minggu dalam satu semester. Jika ada minggu tidak efektif maka dalam satu minggu bisa dua kali ulangan. 

Bagaimana guru mengumpulkan nilai, terserah gurunya. Bisa tugas atau dengan cara lainnya. 

Pada saat pandemi, ada kurikulum darurat yang jumlah kompetensi dasarnya lebih sedikit. Akan tetapi, sekolah dipersilakan memilih. Sehingga cukup banyak juga sekolah yang tidak menggunakan Kurikulum darurat tersebut. 

Mungkin inilah pangkal persoalannya. Kurikulum pendidikan kita dipenuhi dengan tuntutan nilai. Sehingga semua pihak terbebani. Pendidikan berubah menjadi monster paling menyeramkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun