Ini tentu bukan cerita tentang saya. Karena saya pns. PNS kalau mau kaya saratnya cuma satu. Berani korupsi. Saya tak berani korupsi, maka saya tak kunjung menjadi kaya.Â
Ini tentang teman saya. Waktu masih SMP. Dulu banget berarti. Setelah puluhan tahun tidak ketemu, mendadak diadakan reuni. Berkat medsos juga akhirnya kami ketemu dalam sebuah reuni.Â
Banyak pangling juga. Saling melihat dan meyakinkan kalau orang yang diajak bicara adalah si anu yang suka nganu dulu.Â
"Safari? " tebakku.Â
"Anda benar, " dan kami saling berjabat tangan. Erat.Â
Saya tidak lupa dengan temanku yang satu ini. Karena dia emang manusia paling bandel. Sekalian jorok juga.Â
Waktu ulangan sering tertidur di meja. Dapat dibayangkan kalau tidak ulangan. Bagi kami semua ulangan adalah saat saat yang paling dramatis dalam bersekolah. Bukan hanya ketika ditungguin guru lain ketika ulangan. Malamnya juga harus belajar dan melupakan lainnya.Â
Safari tertidur bukan karena malamnya begadang ingin bisa dalam mengerjakan soal. Kalau malam, dia tetap begadang bersama temannya gitaran.Â
Jangan tanya berapa kali sehari  dimarahin guru. Mungkin saran dokter untuk minum obat juga masih kalah banyak.Â
Tapi orangnya santai. Â Seakan tak peduli dengan semua itu. Mungkin juga dia anggap anugrah. Masih diperhatikan oleh guru guru. Walaupun dalam bentuknya yang negatif.Â
Begitulah Safari ketika sekolah dulu. Sekolah cuma buat cari teman lebih banyak. Menuntut ilmu tidak perlu. Lagian ilmu kan tidak salah apa apa, kenapa harus dituntut segala?Â
Hari ini yang berbeda adalah bajunya. Dulu kalau sekolah jorok banget. Kayak baju yang baru ambil dari tumpukan barang bekas.Â
Sekarang perlente banget. Mungkin teman yang lain, banyak yang lupa. Kecuali saya.Â
"Mantap antum, " kataku, masih dengan jabat tangan erat.Â
"Kami tahu siapa yang mobilnya paling keren di depan? " Tariman ikut nimbrung.Â
"Safari? "
"Siapa lagi? "
"Saya pikir kamu gak bakat jadi pengusaha, Far. "
"Pengusaha itu tak perlu bakat. "
"Terus? "
"Aku kira cuma perlu turunan. Perusahaan ku juga warisan. Kalau aku usaha dari awal, ya, kayak Tariman ini, warung kopinya maju mundur. "
Hahahaha
Kami bertiga tertawa ngakak. Betul juga. Menjadi kaya itu cukup keturunan. Ngapain kerja keras?Â
Terus kalau tak punya turunan kaya?Â
Cukup cari pasangan yang jadi turunan orang kaya. Gampang kan?Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI