Untuk merayakan perpisahan, Tio mengajakku makan malam di sebuah tempat makan favorit kita berdua di Kota Kasablanka. Entah kenapa Tio tiba-tiba mengajakku merayakan perpisahan. Agak janggal memang, masa perpisahan dirayakan.Â
"Perpisahan juga sesuatu yang harus kita rayakan, " kata Tio saat aku ragu menjawab.Â
"Tapi... "
"Kalau kamu keberatan, tak... "
"Bukan begitu. "
"Kenapa? "
Aku tak bisa menjawab. Otakku benar benar buntu. Dan itulah yang sering kualami bersama Tio selama nyaris lima tahun. Aku selalu gugup dan tak bisa berpikir jernih.Â
"Baiklah, " akhirnya aku menyerah.Â
"Di tempat biasa saja, ya? "
"Mungkin agak telat. "