Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Baju Batik Bapak

18 Januari 2021   05:06 Diperbarui: 18 Januari 2021   05:07 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia masih belum memakai baju juga. Tadi sudah saya lihat memakai baju putih polos terus dicopot lagi. Mencoba yang warna krem, tapi kemudian dicopot lagi juga. 

Dia duduk di ruang tamu. Seperti orang bingung. Padahal sudah biasa dia bertemu orang orang itu. 

"Sudah diganti. Orang baru. Katanya saklek. "

Mungkin itu yang menjadi kerisauan dia. Selama ini usahanya lancar lancar saja. Sudah saling memahami. Beberapa kali aku juga diajak makan bersama dengan orang yang sudah diganti itu. 

Sekarang dia tampak tak percaya diri. Kepercayaan diri yang selama ini dibanggakan nya seakan rontok begitu saja. 

"Kenapa tidak mencoba pakai batik yang diberi bapak? "

Ketika mendengar usulku ia seperti orang yang baru sadar. Langsung ia cari baju batik itu. Dipakainya. Dan aku melihat semangat itu sudah kembali. 

"Alhamdulillah. Segalanya lancar. "

Dia kembali dari pertemuan itu dengan wajah sumringah. Berhasil memperoleh proyek yang memang sudah lama dimiliki nya. 

Sejak saat itu, dia selalu memakai batik yang diberikan bapak ketika menghadapi saat saat genting. 

"Bapak menginginkan baju batik ini untukmu, le, " kata ibu waktu itu. 

Bapak memiliki tujuh anak. Laki-laki nya ada lima. Dan dia anak yang paling tengah. 

Bapak tak membedakan salah satu anaknya. Tapi entah kenapa, ketika mewariskan baju batik bapak memilih dia sebagai pewarisnya. 

"Kata bapak, hanya kamu yang bisa memanfaatkan baju batik ini,. "

Selalu berhasil. Itulah yang diberikan baju batik itu setiap kali dipakai dia saat melakukan negosiasi proyek. Beberapa temannya sering heran dengan keberuntungan dia. Dan mulai curiga. 

Dia pernah merasa disadap. Mungkin karena ada yang melaporkan nya. Tapi dia santai saja karena dia tak pernah bermain kotor dengan memberikan suap kepada para pejabat. Tidak. 

Mungkin kalian belum tahu. Ketika dia memakai baju batik yang diberikan bapak, aura kewibawaan itu seakan muncul diwajahnya. Wajahnya tampil begitu bersih. Segala perkataan nya terukur. 

Baju itu masih tersimpan dengan rapi. Mungkin suatu saat akan dia wariskan pada anaknya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun