Pernah disuruh menghafalkan nama nama menteri?Â
Generasi saya pasti merasakan itu. Karena memang seorang menteri pada waktu itu selalu menjabat selama 5 tahun penuh. Coba kalau sekarang anak SD masih disuruh menghafalkan nama menteri, baru hafal menterinya sudah kena resuffle.Â
Dunia dalam kelas tidak terhubung dunia di luar kelas. Itulah kritik pedas untuk dunia pendidikan yang hingga kini belum juga dapat dicarikan solusi dengan baik.Â
Belum lagi mengenai bahan bacaan dalam buku yang tak mencerminkan kondisi masing-masing daerah. Buku pembelajaran sering dibuat secara nasional. Sehingga anak anak Aceh hingga Papua harus membaca bahan bacaan yang sama. Walaupun mereka yang berada di daerah tak mengenal sama sekali apa yang ada dalam bacaan tersebut.Â
Kemudian teringat buku kumpulan puisi kepunyaan mpu puisi negeri ini, WS Rendra. Dalam salah satu puisinya Rendra mengkritik pendidikan negeri ini yang abaikan terhadap realitas yang dihadapi peserta didiknya.Â
Dalam puisi itu dituliskan
"Seonggok Jagung
Seonggok jagung di kamar
Tak akan menolong seorang pemuda
Yang pandangan hidupnya berasal dari buku
Dan tidak dari kehidupan "
Pendidikan harusnya menjadi arena seorang anak untuk berpikir kritis. Berpikir kritis tentang apa? Tentu berpikir kritis tentang kehidupan yang dijalaninya.Â
Ketika seorang anak lulus SMA dan melihat seonggok jagung di kamarnya, seharusnya dia berpikir kritis tentang jagung tersebut. Mau diapakan itu jagung. Jika anak tersebut sudah belajar berpikir kritis di sekolah nya, maka dia akan langsung mengolah jagung tersebut menjadi produk yang bermanfaat.Â
Bukan malah bengong sambil menyesali diri yang belum dapat kerja sebagai butuh pabrik setelah 12 tahun sekolah. Hanya karena sekolah yang dia ikuti hanya berkutat dengan teori teori kosong dalam buku.Â
"Apakah gunanya pendidikan
Bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
Di tengah kenyataan persoalan? "
Rendra berharap pendidikan berpangkal soal dari kenyataan hidup yang memiliki begitu banyak persoalan yang menanti untuk diselesaikan.
Ruang ruang kelas harus menghadirkan persoalan persoalan di masyarakat untuk dibedah dan dianalisis. Kemudian dicari larik lajur jalan keluar yang memungkinkan untuk mengatasi nya.Â
Itulah pendidikan kritis. Pendidikan yang bermuasal dari persoalan di kehidupan nyata. Sikap kritis terhadap kenyataan kehidupan akan menjadikan peserta didik akrab. Pendidikan bukanlah sebuah menara gading. Pendidikan adalah pemecahan berbagai persoalan.Â
Semoga hal ini menjadi kesadaran bersama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H