Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lansia Bukan Berarti Tak Guna

2 Januari 2021   05:11 Diperbarui: 2 Januari 2021   05:12 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumlah lansia di Indonesia menurut survei BPS tahun 2019 berjumlah 25.64 juta jiwa. Kemungkinan besar tahun 2021 sudah bertambah lagi. 

Bukan jumlah yang sedikit, memang. Sudah seharusnya ada kebijakan tersendiri dari negara untuk mengelola jumlah lansia yang begitu besar di negeri ini. Agar mereka tetap produktif dalam menjalankan kehidupan sehari-hari nya. 

Paling tidak, para lansia tersebut bisa tetap mandiri dan tidak terbiarkan begitu saja dalam kehidupan yang tak layak. Karena, lagi lagi menurut data BPS, penghasilan para Lansia yang jumlah nya lebih dari 25 juta itu memiliki penghasilan di bawah 2 juta rupiah. 

Jika kita melihat kebutuhan hidup seseorang, penghasilan di bawah satu juta rupiah jelas penghasilan yang sangat minim, bahkan untuk sekadar dapat hidup layak. Apalagi rata rata, para lansia ini hidup sebatang kara. 

Mengenai hidup sebatang kara ini biasanya disebabkan oleh dua hal. Lansia biasanya akan selalu aman dan nyaman hidup di rumahnya sendiri. Mereka tidak mau hidup bersama atau ikut keluarga dari salah satu anaknya. 

Bisa juga para lansia itu hidup sebatang kara karena anak anaknya juga hidup dalam kemiskinan. Sehingga keluarga anaknya tak sanggup jika harus menampung lansia yang merupakan ayah atau ibu mereka sendiri. 

Apakah lansia harus menjadi beban? 

Tidak juga. Beberapa lansia yang saya jumpai masih tetap energik karena mereka memiliki penghasilan sendiri, juga memiliki aktivitaa harian rutin yang dapat menyehatkan jiwanya. 

Lansia memang kebanyakan pensiunan. Berarti sudah tidak bekerja. Tapi bukan berarti harus berhenti bekerja. Bisa melakukan aktivitas untuk mengisi hari harinya. 

Entah mengapa, jika menemui teman teman guru yang sudah pensiun, rata rata mereka masih bugar. Mungkin karena selama mengajar selalu bergaul dengan anak anak sehingga jiwanya tetap muda, entah karena jiwa guru yang selalu peduli dengan lingkungan sehingga tak pernah kehilangan aktivitas apa pun setelah pensiun karena banyak aktivitas dapat dilakukan? Entah. 

Pensiunan guru biasanya akan meluangkan waktu lansia nya untuk mengajar di sekolah swasta. Bukan untuk mencari penghasilan, tetapi lebih banyak untuk menyalurkan aktivitas.  Sekolah yang diabdi juga biasanya sekolah swasta yang kembang kempis. Pengalaman menjadi guru puluhan tahun bermanfaat sekali di sekolah swasta tersebut untuk ditularkan kepada rekan rekan guru lainnya. 

Ada juga yang beraktivitas di kegiatan sosial. Misalnya saja menjadi pengurus masjid atau musola. Ini juga sering saya temukan dilakukan oleh rekan rekan guru yang sudah pensiun. Dengan alasan sudah cukup untuk urusan dunia dan saatnya urusan akhirat, mereka tampak iklas menjalani kegiatan sosialnya di tempat tempat ibadah.

Pensiun memang bisa melakukan aktivitas sesuai kegemarannya. Karena, walaupun pas pasan, mereka masih punya uang pensiun untuk menyambung hidup. 

Mungkin persoalan akan muncul jika di hari tua, dan biasanya banyak, terkena sakit. Walaupun sudah dapat pensiun, tapi terkadang tetap menjadi persoalan tersendiri secara ekonomi. 

Persoalan lansia memang bukan persoalan tunggal. Ada lansia yang mandiri, ada pula lansia yang harus dibantu negara. Apalagi di saat pandemi seperti ini. Mereka semakin rentan terhadap sakit juga rentan terhadap kehilangan sumber kehidupan. 

Negara harus membantu secara ekonomi kepada lansia yang hidup sebatang kara dalam kehidupan yang tidak layak. Memang akan menjadi beban negara. Tapi, hal itu memang sudah diamanatkan dalam Undang Undang Dasar negara kita. Menyiakan mereka berarti berkhianat kepada UUD. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun