Aku tahu jika pak tua hendak pergi. Sudah dua kali dia seret kakinya yang  mulai sulit berjalan itu menuju arah pintu. Kemudian dia mencoba membuka kunci pintu tapi tak berhasil. Â
Pak tua tampak kecewa. Kemudian dia masuk lagi ke kamarnya. Membawa anak kunci pintu yang terlihat sudah karatan. Utak atik beberapa kali. Tetap tak berhasil membuka pintu itu.Â
Wajahnya murung. Belum pernah aku melihat wajah semurung itu di wajah pak tua. Â Biasanya cuma sekadar masam jika ada yang kurang berkenan di hati.Â
Sudah lama sekali aku mengikuti setiap langkah pak tua. Ketika dia masih memiliki istri yang sangat cantik. Ketika setiap pagi, pak tua bangun lebih dulu untuk membuatkan kopi hangat untuk istri yang sangat dicintainya itu.Â
Pak tua dulunya seorang guru sejarah di sebuah SMP. Â Karena dia sering bercerita sejarah kepadaku, walaupun aku tak tahu persis apa yang diceritakan pak tua. Aku tetap mencoba diam mendengarkan hanya untuk menyenangkan pak tua.Â
Istrinya pak tua sendiri entah kerja apa dan dimana mana. Â Selalu pergi ketika pak tua sudah berangkat mengajar. Selalu menggunakan baju baju bagus ketika pergi. Dan selalu tampak bahagia ketika meninggal rumah.Â
Kadang pulang larut malam. Kadang juga setengah mabok. Â Selalu pulang dengan menyewa mobil. Â Turun dari mobil dijemput pak tua dengan hati hati.Â
Hampir setiap hari aku menyaksikan kejadian itu. Â Aku pengen liat pak tua marah pada istrinya itu. Tapi, tak pernah itu terjadi.Â
Selalu setiap pagi, pak tua membuatkan kopi untuk istrinya itu. Meski kadang cuma teronggok di meja karena istrinya buru buru pergi.Â
Sampai kemudian istrinya itu tak pernah pulang lagi. Dan pak tua tinggal sendiri.Â