Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Itu Bunuh Diri Setelah Membaca WA dari Pacarnya

26 Oktober 2020   11:16 Diperbarui: 26 Oktober 2020   13:44 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa menyangka kalau akan mendapatkan berita duka sepagi ini. Kamdi langsung lunglai ketika ditelepon Santi bahwa Komalasari mati bunuh diri, semalam. 

Kamdi dan Komalasari sudah pacaran cukup lama. Lima tahun. Walaupun perjalanan kasih mereka tak pernah mulus. Selalu ada pertengkaran. Selalu ada waktu putus. Tapi, kemudian mereka selalu mesra lagi. Mesra lagi. Dan mesra lagi. Kadang malah tampak lebih mesra justru setelah pertengkaran. 

Malam semakin larut, dan Kamdi masih belum mampu memejamkan matanya. Pertengkarannya dengan Komalasari menjadi latar belakang kegundahan yang terus bersemayam dalam hati Kamdi. 

"Aku harus mampu menemukan jalan keluar soal hubungan nya dengan Komalasari, " tekad Kamdi malam itu. 

"Tapi bagaimana? " 

Dan Kamdi selalu mentok pada jalan buntu.  Selalu saja, ada persoalan baru yang siap menghadang alur cintanya. 

"Manikah saja, " saran Nyoman, teman satu kantor yang sering menjadi arena keluhan Kamdi. 

"Apakah permasalahan akan selesai? "

"Tidak juga. Sangat bergantung pada kalian berdua. Sampai kapan pun tak pernah selesai. Tapi, paling tidak, dengan menikah, kalian akan berbeda. Apalagi kalo sudah punya anak. Ada sesuatu yang bisa menyatukan perbedaan kalian. "

Kamdi tampak manggut manggut. Bukan hanya mengerti, tapi juga memahami. Bukan hanya memahami tapi juga hendak menjalankannya. 

Suara tek tek tukang mie seperti menusuk malam Kamdi yang sepi. Kamdi pun memanggil tukang mie tek tek tersebut. Karena mendadak perutnya terasa lapar. 

"Biasanya sore sudah lewat, Bang? "

"Tadi nidurin anak dulu. "

"Bini kemana? "

"Ada. Cuma anakku yang cewek ini, tak mau tidur sama mamanya. Selalu minta bapaknya yang mendongengi dulu. "

Kamdi membayangkan anak perempuan yang selalu merindukan nyanyiannya. Iya, Kamdi pengin menyanyi saat menidurkan anak perempuan nya kelak. Kamdi tak bisa mendongeng seperti tukang mie tek tek. 

"Telurnya didadar ya, Bang. "

Belum juga mampu memejamkan mata. Padahal perut sudah diisi dengan nasi goreng full satu piring. 

Kamdi menulis WA untuk Komalasari. Ingin menjalin gencatan senjata. 

"Sebaiknya kita putus... "

Ada telepon masuk. Kamdi langsung buru buru membuka telepon. 

"Bisa kan, besok? "

Suara Pak Surya mendadak meminta jawaban. Kamdi agak ragu, tapi terpaksa mengiyakan saja. Karena memang tak ada yang bisa menggantikan untuk urusan yang satu itu. 

Kamdi kemudian tertidur. Lumayan pulas. Dan pagi ini, Kamdi harus menerima berita itu. 

Komalasari bunuh diri. 

Dan ketika Kamdi membuka WA, ternyata tulisan itu telah terkirim dan sudah dibaca Komalasari. Apakah WA Kamdi yang mendorong keputusan bunuh diri Komalasari? 

Kamdi menyesal kenapa tidak menulis lengkap WA itu terlebih dahulu sebelum menerima telepon Pak Surya? 

Padahal Kamdi tidak bermaksud memutuskan cinta Komalasari. WA itu belum selesai. Kamdi bermaksud memutuskan untuk menikahi Komalasari. Perempuan yang diharapkan akan melahirkan gadis kecil dengan rambut panjangnya. 

Kamdi pengin banget punya anak perempuan. Perempuan kecil yang akan selalu meredakan emosinya. Ya, Kamdi rindu itu. 

Entah. Kamdi tak lagi berhasrat apa apa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun