Kalau kamu pernah lewat di jalan Simpang Tiga, kamu pasti melihat penjual bunga yang cuma ada satu satunya di pinggir kota itu. Sudah lama penjual bunga itu berada. Tapi memang jarang yang tahu atau pernah ke tempat jual bunga karena memang tak sembarangan orang datang ke situ.
"Pagi," pernah aku datang ke tempat penjual bunga itu. Makanya, aku tahu persis kalau penjual bunga di toko bunga itu seorang perempuan yang sudah renta. Goretan kehidupannya sudah mulai rontok dan tinggal menyisakan beberapa.Â
"Ada apa?" tanya nenek penjual bunga.Â
Dari ruang belakang saya melihat bayangan seseorang. Mungkin pembantu nenek penjual bunga ini. Kata orang, nenek penjual bunga memang dibantu oleh keponakannya. Biasanya keponakannya ini yang bertugas mengirim bunga yang sudah dirangkai rapi.Â
"Mau pesan bunga," kataku sambil menahan rona bulu kuduk yang entah kenapa mendadak meneror perasaanku.Â
"Untuk apa, Mas?"
"Ada teman yang sedang berbahagia. Saya ingin memesan bunga ucapan selamat."
Nenek penjual bunga memandangku dengan wajah setengah tertekan. Aku sekilat melihat rona sedih dan takut yang membetot sorot mata nenek itu.Â
Perasaan ku menyatakan enak sendiri. Apakah benar apa yang dikatakan Nunik?
"Jangan. Jangan pesan bunga di situ," kata Nunik serius banget.Â