Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keterlaluan, Hari Gini Masih Ada Pertanyaan Suku Apa?

29 Agustus 2020   10:00 Diperbarui: 29 Agustus 2020   09:54 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah seharusnya, pertanyaan tentang suku dibuang jauh jauh dari isian data diri.  Karena sudah banyak yang menjadi Indonesia.  Tak relevan ditanyakan suku apa lagi. 

Sudah beberapa kali kejadian ini menimpa anak saya. Dan saya hanya bisa tertawa sambil menahan emosi. Hari gini kok masih ditanyakan asal suku. 

Kalau aku yang ditanya, generasi yang sudah kadaluwarsa pasti akan dapat menjawab dengan lantang. Bapakku Jawa, Ibuku Jawa, aku pasti Jawa. 

Persoalan mulai muncul jika pertanyaan itu ditujukan kepada Istri saya.  Ayah istri saya berasal dari Banjar, Kalimantan Selatan. Ibu dari istri saya, asli Betawi.  

Walaupun ayahnya orang Banjar, istri saya lebih merasa Betawi karena di rumahnya, di rt-nya, hampir semua nya Betawi. Istri saya memang hidup di lingkungan keluarga besar ibunya yang Betawi. 

Padahal, istri saya harusnya mengikuti garis ayahnya. Sehingga kadang dia tulis suku Banjar dan kadang dia tulis suku Betawi. Tergantung mood, katanya. 

Nah, kan. Bagaimana dengan anak saya? 

Ayahnya memang sudah ketahuan Jawa asli.  Ibunya sudah Indonesia.  Apakah anakku Jawa karena ayahnya Jawa? 

Seharusnya, iya.  Tapi, anak saya tidak percaya diri menyebutkan kalau mereka orang Jawa. Ngomong Jawa saja tak bisa. Paling banter cuma lima kata saja. 

Jadi, setiap kali ada isian tentang suku pada saat mengisi formulir, selalu mereka tanya, "Kakak sebetulnya orang mana sih? " "Adik isi apa, Yah? "

Anak saya ada dua. Pertama perempuan, dan yang kedua laki-laki. Anak pertama lebih suka mengisi sebagai orang Jawa.  Sedangkan adiknya lebih suka mengisi sebagai orang Betawi. 

Saya dan istri sambil tertawa bertanya, "Tak ada pilihan sebagai orang Indonesia asli? "

Ya, anak anakku sudah menjadi suku Indonesia. Dan menurut berita yang sangat bisa dipercaya, sudah ada sekitar 25 persen penduduk Indonesia yang melakukan perkawinan antar suku.  

Jika terjadi perkawinan antar suku, maka akan muncul anak anak Indonesia asli. Tak bisa diklaim sebagai salah satu suku. 

Ada teman satu sekolah yang mengalami hal mirip tapi lebih rumit. Perempuan asal Padang yang terkenal dengan budaya Matrilineal, menikah dengan laki-laki asal Jawa yang Patrilineal. Bagaimana dengan anak-anak mereka? 

Itulah Indonesia masa depan. Semakin terbentuk sebagai sebuah kesatuan. Perkawinan antar suku adalah proyek terbaik untuk menghasilkan kesatuan dan persatuan Indonesia. 

Oleh karena itu, buanglah pertanyaan tentang asal suku dalam setiap angket. Angket apa pun. Karena generasi baru, generasi Indonesia sudah tumbuh. 

Pahamkan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun