Sudah seharusnya, pertanyaan tentang suku dibuang jauh jauh dari isian data diri. Â Karena sudah banyak yang menjadi Indonesia. Â Tak relevan ditanyakan suku apa lagi.Â
Sudah beberapa kali kejadian ini menimpa anak saya. Dan saya hanya bisa tertawa sambil menahan emosi. Hari gini kok masih ditanyakan asal suku.Â
Kalau aku yang ditanya, generasi yang sudah kadaluwarsa pasti akan dapat menjawab dengan lantang. Bapakku Jawa, Ibuku Jawa, aku pasti Jawa.Â
Persoalan mulai muncul jika pertanyaan itu ditujukan kepada Istri saya. Â Ayah istri saya berasal dari Banjar, Kalimantan Selatan. Ibu dari istri saya, asli Betawi. Â
Walaupun ayahnya orang Banjar, istri saya lebih merasa Betawi karena di rumahnya, di rt-nya, hampir semua nya Betawi. Istri saya memang hidup di lingkungan keluarga besar ibunya yang Betawi.Â
Padahal, istri saya harusnya mengikuti garis ayahnya. Sehingga kadang dia tulis suku Banjar dan kadang dia tulis suku Betawi. Tergantung mood, katanya.Â
Nah, kan. Bagaimana dengan anak saya?Â
Ayahnya memang sudah ketahuan Jawa asli. Â Ibunya sudah Indonesia. Â Apakah anakku Jawa karena ayahnya Jawa?Â
Seharusnya, iya. Â Tapi, anak saya tidak percaya diri menyebutkan kalau mereka orang Jawa. Ngomong Jawa saja tak bisa. Paling banter cuma lima kata saja.Â
Jadi, setiap kali ada isian tentang suku pada saat mengisi formulir, selalu mereka tanya, "Kakak sebetulnya orang mana sih? " "Adik isi apa, Yah? "