Dapat dikatakan sejak tahun 1991, aku sudah memberanikan diri menembus benteng redaktur opini Kompas. Â Hampir setiap bulan, pasti ada artikel yang aku coba adukan nasibnya ke Jalan Palmerah.Â
Dan, baru tahun 1994, satu artikel opiniku mampu menembus Kompas. Â Aku jingkrak jingkrak kaya orang sinting, saking bungahnya.Â
Berapa honornya?Â
Gile bener. Waktu aku datang ke Palmerah dan menerima honor, kaki sampai gemetaran. Jumlah honornya benar-benar di luar sangka an.Â
Aku dapat 450 ribu rupiah. Â Uang sejumlah itu, jelas sangat sangat tinggi. Minimal jika dibandingkan dengan gaji temanku yang sudah guru PNS dengan gaji 120 ribu sebulan.Â
Tapi, artikel itulah artikel satu satunya yang trmbus redaksi Kompas. Sampai hari ini. Berpuluh artikel dan cerpen selalu saja tahu jalan pulang ke rumah ku. Kompas selalu mengembalikan artikel yang tak dimuat. Kalau sudah begitu, aku kirim ke koran lain, lumayan masih laku 100 ribu di koran lain.Â
Sampai sekarang masih langganan. Setelah menjadi guru, langganan Kompas ada harga spesial untuk guru. Sektor, aku cukup membayar langganan 70 ribu rupiah sebulan.Â
Itulah pergaulan ku dengan Kompas. Sudah 29 tahun ternyata aku melangganimu. Semoga kita selalu bersama. Tulisan mu selalu menginspirasi ku. Aku nulis di Kompasiana juga lebih sering idenya dari Kompas.Â
SELAMAT ULANG TAHUN KE-55, KOMPAS.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H