Inilah yang menyedihkan. Â Ada bandar bandar demo. Â Ada agen agen pengerahan massa. Â Maka, demo pun sudah menjadi bisnis semata.Â
Suatu saat, ketika sedang dilakukan sebuah demo, seorang reporter televisi iseng mewawancarai peserta demo.Â
"Mas tahu gak apa yang disampaikan orator? tanya reporter televisi tersebut.Â
" Jangan tanya saya, tanya yang didepan saja, takut salah, "jawab pendemo yang ditanya sambil ngeluyur pergi.Â
Kejadian tersebut menunjukkan bahwa banyak pendemo yang datang ke tempat demo dengan tanpa otak. Â Artinya, demo mereka ikuti bukan karena sebuah kesadaran. Â Kesadaran yang muncul karena pemikiran yang mendalam.Â
Baru kemarin ada sebuah demo. Kemudian dibakarlah bendera sebuah partai. Â Ini juga mencerminkan pendemo yang tak berotak. Pembakaran sebuah bendera jelas akan menyinggung pihak lain. Dan akibatnya, akan terjadi ketersinggungan. Dengan demikian, demo yang dilakukan bukan untuk menyampaikan kepentingan, tapi sudah menjadi arena provokasi.Â
Lebih tak punya otak lagi, jika demo dilakukan dengan menyertakan anak anak. Aturan perundangan sudah jelas jelas melarangnya. Akan tetapi, masih saja ada pendemo yang melibatkan anak anak. Jelas sebuah demo tak pakai otak.Â
Demo dengan peserta yang banyak masih lebih disukai. Â Semakin besar peserta demo semakin menunjukkan kekuatan penekan terhadap orang yang didemo. Pengerahan massa sebagai unjuk kekuatan demo juga agak kurang berotak. Karena demo yang dilakukan oleh seorang anak kecil sendirian pun bisa bergaung ke seluruh dunia.Â
Sudah saatnya, demo yang dilakukan dengan tanpa otak diakhiri. Mari kita mulai berdemo dengan menggunakan otak. Artinya, ketika berdemo, fi otak kita memang ada kepentingan yang ingin disampaikan. Ada sesuatu yang terlukai.Â
Demo bukan untuk kerusuhan. Demo bukan untuk kepentingan orang lain yang berani membayarnya. Demo adalah wujud sebuah Demokrasi.Â
Jangan sampai muncul wajah yang itu itu juga dalam setiap demo. Karena demo memang bukan nano nano.Â