Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tai

17 April 2020   09:01 Diperbarui: 17 April 2020   09:10 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Anjing!" teriak Lurah Kardi suatu pagi. 

Ini memang bukan yang pertama. Ini sudah yang ketiga. Yang ketiga. 

Waktu pertama kali, juga di suatu pagi, ada tai manusia di halaman rumahnya, lurah Kardi masih menganggap bahwa tai itu mungkin dari orang yang yang tak sempat lari ke kamar mandi. 

Lurah Kardi memaafkan kejadian pertama.  Lurah Kardi suruh si Dogol membersihkan halaman rumahnya dari tai itu. 

Ketika halaman rumahnya dikirimi tai untuk kedua kali, lurah Kardi mulai berpikir tentang kesengajaan seseorang untuk mengajaknya ribut.  

Baru juga dua bulan Kardi dilantik menjadi lurah. Tentunya setelah proses panjang yang sangat melelahkan dalam pertarungan memperebutkan kursi orang pertama di kampung itu.  Bukan hanya tenaga, uang juga seperti terhambur begitu saja. 

Dan pagi ini adalah kejadian ketiga.  Berarti memang ada yang menantang lurah Kardi.  Mulut Lurah Kardi gemeretak. Pertanda kemarahan yang sudah sampai ubun ubun. 

Dihajarnya meja yang biasa untuk nongkrong pendukungnya yang masih ada di bawah pohon mangga di halaman rumahnya hingga hancur berantakan. Pikiran lurah Kardi sendiri melayang jauh menuju muka saingannya saat menjadi calon lurah. 

"Pasti si bangsat itu pengirimnya."

Semua orang sudah paham. Persaingan dalam pemilihan lurah, di mana pun tempatnya, akan terbawa lama. Bahkan hingga ajal menjemput para calon tersebut. 

Setiap ada persoalan, pasti desa itu akan terus terbelah antara dua kelompok. Pro lurah terpilih atau pro lurah tak terpilih. Dan desa tak akan pernah akur selama nya. 

Lurah Kardi contohnya. Ketika ada tai di halaman rumahnya, langsung saja otaknya bergerak ke muka pesaingnya. 

"Belum kapok juga sudah kalah. Malah bikin gara-gara."

Malam nya, lurah Kardi langsung mengumpulkan aparat desa. Dan aparat desa sudah pasti orang orang baru. Karena aparat desa lama yg tak mendukung waktu pencalonannya, pasti sudah disingkirkan. 

Akhirnya, rapat memutuskan untuk mengadakan hansip yang menjaga rumah Lurah Kardi, sampai peristiwa tai dapat diurai. 

Tapi, apa yang terjadi? 

Di malam kelima diadakan ronda hansip di rumah lurah Kardi, saat semua orang sudah menganggap aman, termasuk lurah Kardi, pada saat itu pula ada lagi tai di halaman rumah Lurah Kardi. 

Geger lagi. 

Rapat dilakukan kembali. Setelah lurah Kardi marah marah sepanjang rapat, diputuskan penambahan personil hansip penjaga. 

Sampai cerpen ini ditulis, belum terdengar ada lanjutan beritanya. Maaf, ya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun