Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Azizah (2)

19 Februari 2020   08:21 Diperbarui: 19 Februari 2020   10:21 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan inilah persoalan nya.  Karena pada saat ibu mengandung aku, bapak mulai curiga kalau ibu sudah mulai tak setia. 

Kabar apa sih yang tak bisa sampai ke telinga bapak? Semua kabar sekecil apa pun akan langsung viral di kampung ku. 

Dan katanya, ibu sudah beberapa kali ke pasar di kota kecamatan.  Entah beli apa.  Karena kabarnya justru ketemu seorang pria.  Pria kain selain bapak.  Katanya sih teman waktu ibu sekolah SMP di kecamatan. 

Ibu tak pernah cerita ini. Aku dengar dari orang lain. Cerita nya seru banget. Lebih seru dari sinetron. 

Dan bapak tak percaya kalau aku anaknya. Tapi, juga tak punya bukti apa pun untuk mendukung kecurigaan nya. 

Apalagi ketika aku lahir dengan kulit putih bersih.  Bapak semakin sering duduk melamun sambil membayangkan perbuatan istrinya dengan orang lain.  Tiga kakakku emang semuanya berkulit hitam.  Atau pun kalau dibilang sawo matang. Tapi juga sawo matang yang nyaris busuk. 

Untung aku lahir perempuan. Dan bapak memang pengin punya anak perempuan.  Setelah tiga kali mbrojol semua laki-laki. 

Bapak menyayangiku. Kadang melebihi sayangnya kepada kakak kakak ku.  Aku merasakan itu.  Tapi tetap ada jarak. Dan jarak aku dengan bapak terjadi karena luka di hati bapak memang masih belum tersembuhkan. 

Ketika lahir Toro, bapak menjadi semakin tak peduli. Apalagi melihat bayi yang baru dilahirkan ibu cacat.  Kaki bayi itu panjang sebelah.  Dan salah satu matanya agak juling.  Kalau kalian perhatikan secara seksama, kalian pasti akan membayangkan wajah dajal di wajah adikku itu. 

Bapak melihat bayi Toro sebagai azab kelakuan ibu yang kabarnya semakin menggila dengan laki-laki itu. Bapak tak pernah menceraikan ibu karena bapak tak mungkin melakukan itu sebagai seorang tokoh desa. 

Bapak seperti terjebak pada lorong tanpa ujung. Bapak memang cinta banget sama ibu.  Hatinya sudah diberikan seluruhnya untuk ibu.  Sehingga ketika ibu membuat hati bapak remuk seremuk remuknya, bapak tak bisa apa apa kecuali pasrah dan menganggap semua yang terjadi sebagai takdir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun