Nama aslinya Sukarno Proklamator Kita. Â Bapaknya dia, waktu itu sedang jalan jalan ke kota. Â Ada toko buku yang dilewatinya. Â Dan buku yang di pajang di etalase toko buku itu adalah buku berjudul "Sukarno Proklamator Kita".
Pas sebulan kemudian anaknya lahir, bapaknya dia teringat judul buku yang dilihat nya waktu jalan jalan ke kota, maka jadilah nama anaknya itu disesuaikan betul dengan judul buku yang dilihat nya itu. Â Sama persis. Tak ditambah, tak dikurangi.
Bapaknya dia selalu memanggil dengan nama lengkap, walau agak panjang. Â Bapaknya dia juga marah kalau tetangganya memanggil anaknya dengan hanya bilang "Karno".
Sukarno Proklamator Kita sudah besar. Â Bapaknya dia sudah meninggal. Â Sehingga orang tak pernah lagi memanggil dengan lengkap. Â Gak praktis.
Tapi, kemudian muncul sedikit persoalan. Â Di kampung itu, ada tiga nama Karno. Â Dan orang selalu salah rujuk, jika hanya bilang Karno.
Pernah ada orang ngirim surat untuk Karno. Â Harusnya untuk Karno tonggos, tapi diberikan kepada Karno Jangkung. Â Padahal, surat itu surat pemberitahuan cerai, sehingga bininya Karno jangkung marah marah sampai tujuh hari tujuh malam.
Maka, untuk lebih praktis, tiga Karno itu ditambahi julukan dibelakang nama Karno. Â Karno yang giginya tonggos dinamai Karno Tonggos. Â Karno yang badannya jangkung dipanggil Karno Jangkung. Â Dan Karno yang menjadi tokoh utama cerita ini dinamai Karno Gundul.
Karno tokoh kita dinamai Karno Gundul karena selama bernafas hingga kini, dia selalu berkepala gundul. Â Awalnya, karena Karno sering sakit saat rambutnya kelihatan. Â Bapaknya dia bermimpi bahwa penyebab sakitnya Karno karena faktor rambut. Â Boleh percaya, boleh tidak, tapi saat Karno rambutnya selalu gundul, tak pernah sakit ringan sekalipun berani singgah dalam kehidupan nya.
Karno Gundul sudah besar.
Dan orang orang menganggap dia sebagai wali. Â Orang yang selalu tahu sebelum kejadian.
Pernah Karno Gundul mendadak mogok solat jamaah di masjid. Pertama nya, orang orang heran. Tapi kemudian orang orang memahami tindakan Karno Gundul.
Kenapa?
Pak Soleh, yang pegawai kecamatan, yang memaksa jadi imam, hanya karena dia paling banyak memberi sumbangan untuk pembangunan masjid dan beberapa perbaikan kecil setelah itu, ternyata kemudian ditangkap kejaksaan karena korupsi.
Kemudian Karno Gundul solat berjamaah lagi setelah imam masjid berganti wak Janan. Â Orangtua yang selalu hidup sederhana.
Terakhir, waktu kami sedang duduk duduk di teras masjid menunggu waktu Isya, dia berujar, "Kang Sobari mau umroh ya?"
"Iya," jawab Kang Sobari.
"Nanti akan ketemu Wak Janan di sana," kata Karno Gundul.
Tentu kami tak percaya. Â Lah, wong Wak Janan gak punya apa apa kecuali rumah reyot. Â Sekarang kan umroh paling murah 20 jutaan.
Tapi kamu terkejut, waktu Wak Janan pamit mau ikut umroh karena dipaksa bu Haji Umi yang mendadak suaminya meninggal padahal sudah daftar umroh. Â Dan Hajah Umi bermimpi kalau pengganti suaminya itu Wak Janan.
Dan itulah Karno Gundul.