Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru dan Kekerasan di Sekolah

30 November 2017   07:42 Diperbarui: 1 Desember 2017   02:31 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih banyak guru yang memiliki pemahaman salah.  Bahkan dalam beberapa tulisan di wa grup, guru begitu bangga menghajar konsep dan penerapan HAM atau penerapan pendidikan tanpa kekerasan.  Bahkan ada guru yang salah memahami hadis nabi tentang pendidikan dan kekerasan.  

Parah?

Ya.  Bagi saya ini sangat parah.  Guru harusnya mau bergulat dengan perubahan zaman.  Bukan terkungkung pada pendidikan yang dilewatinya di masa lalu.  Guru harus menjadi penyuluh zaman.  Mampu menerangi zaman.  Bukan berupaya mengembalikan zaman pada masa lalu.

Masih banyak guru yang menganggap bahwa kekerasanlah yang akan membuat seseorang berhasil.  Kekarasan yang akan membuat seorang anak tahan mental dan tahan banting dalam menghadapi kehidupannya.  Dan mereka rata-rata merasa bahwa keberhasilan dirinya adalah dan tak lain karena sikap keras guru-gurunya dulu saat mengajarnya.

Lalu mereka tak mau berubah dari pemahaman yang salah itu.

Ketika pada saat ini, kekerasan di sekolah benar-benar dilarang, mereka, para guru yang gemar kekerasan, seperti sedang ditidakbolehkan mendidik. Karena, dalam otak mereka, mendidik itu memang harus dengan kekerasan.  Mereka mengeluh karena polah anak-anak sudah keterlaluan, di sisi lain, mereka tak lagi dibenarkan menggunakan kekerasan.

Guru-guru itu seperti kehilangan kekuatannya.

Sudah saatnya guru-guru mengubah cara berpikir.  Janganlah terus-terusan menganggap bahwa keberhasilan pendidikan seseorang karena kekerasan yang dihadapinya setiap hari di sekolah.  Jangan terus-terusan menganggap bahwa keberhasilannya adalah karena kekerasan gurunya.

Mari kita pahami bahwa pendidikan bisa mencapai keberhasilan dengan tanpa kekerasan sama sekali.  Mari kita hormati jiwa-jiwa muda yang akan mengawal republik ini.  Mari kita berikan yang terbaik untuk mereka.

Mari kita masuki dunia mereka.  Bukan memaksa mereka memasuki dunia kita.  Sebuah dunia yang sudah jelas kedaluwarsa.

Siap, gak siap, kita, sebagai guru harus berubah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun