Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tiga Hati dalam Gelas (35)

21 April 2016   12:26 Diperbarui: 21 April 2016   12:36 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendadak diumumkan kalau besok akan dilaksanakan peringatan Hari Kartini.  Pengurus OSIS langsung dikumpulkan.  Lalu diberi pengarahan bahwa besok akan dilaksanakan acara peringatan Hari Kartini.  Anak-anak OSIS itu langsung melongo.

Kalau ingin melihat Indonesia, maka lihatlah anak di sekolah itu.  Ada betulnya juga.  Anak-anak OSIS yang seharusnya diajari tentang pengorganisasian sebuah acara mendadak dibuat kalang kabut dengan model dadak-mendadak dalam mengadakan sebuah moment.  Anak-anak itu, dengan tanpa disadari oleh kedua pihak, sedang belajar organisasi bobrok.

Kenapa acara seperti peringatan Hari Kartini tidak diagendakan dengan baik?

Tak pernah selesai.  Banyak kok kegiatan di sekolah yang dilaksanakan model dadakan.  Sehingga setiap kesalahan yang muncul dalam kegiatan harus dimaklumi.  Akan tetapi, anehnya, hampir semua kegiatan dilaksanakan seperti itu terus.  Seakan tak pernah ada kajian.

Pasti besok berantakan.

Kalau demikian sih sudah banyak contohnya di negeri ini.  Bagaimana mungkin pembangunan selama setahun selalu dilaksanakan dadakan cuma dua bulan yaitu di bulan November dan Desember?  Karena manusia-manusia di negeri ini tak belajar dari sebuah kesalahan.  Yang ada di otaknya selalu tentang apa yang bisa didapat oleh dirinya.  Jadi, jangan tanya tentang seberapa banyak koruptor dan calon-calon koruptor.  Jawaban akan mencengangkan.

Beberapa kali Diah protes dengan pihak pimpinan sekolah.  Diah ingin agar setiap program yang dilakukan oleh sekolah direncanakan dengan baik.  Kegiatan yang direncanakan dengan baik saja belum tentu akan menghasilkan yang terbaik, maka sudah dapat dipastikan kalau kegiatan yang perencanaannya buruk sudah pasti akan menghasilkan berbabagi macam keburukan.

Tapi tak pernah ada perubahan.  Mungkin terlalu banyak yang diuntungkan.  Seperti negeri ini yang tak diurus dengan baik karena terlalu banyak yang mencari sesuap nasi dan sebuah mobil mercy.

"Bu Diah jadi kordinator lomba ya?" kata Bu Magda.

Agak enggan.  Karena nanti pasti akan muncul banyak masalah.  Namiriun, kalau tidak mau juga akan diserbu dengan sindiran "egois"-lah, "sok ngatur"-lah dan teman-temannya.

"Ya udah," jawab Diah.

"Jangan loyo dong, Bu," kata Rini.

"Mungkin masih agak capai," kata Bu Magda.

"Halah, emang ngapain capai," Rini memang tak betah kalau tak usil.

Diah hanya diam saja.

Terkadang Daih suka mikir juga, kenapa Tuhan menciptakan makhluk yang seperti Rini.  Coba kalau Tuhan menciptakan makhluk yang baik-baik saja.  Dunia pasti damai.

Kalau dunia damai, gak ramai dong?  Pasti Tuhan punya tujuan yang belum bisa Diah tangkap.  Mungkin Tuhan ingin menguji dirinya, apa betul dirinya mampu menjadi orang baik.  Ah, jadi menyombongkan diri.

Belajarlah dari Kartini.

Iya, ya.  Kartini itu perempuan hebat.  Apanya yang hebat?  Kartini kan cuma menulis surat kepada temannya yang orang Belanda.  Masa surat-surat saja membuat seseorang dikatakan hebat?

Apa di balik surat?

Ini yang penting.  Sebuah semangat kebangsaan.  Sebuah semangat perbaikan.  Semangat adalah segalanya dalam hidup.  Tanpa semangat, hidup akan menjadi hambar.  Kaya sayur tanpa garam. 

Eit, udah lama tidak masak nih.

Nanti pulang pengin masak yang paling enak.  Akan Diah tunjukkan kalau Kartini bukan hanya pemikiran tapi juga pemasakan.  Kartini masa kini memang hebat-hebat, tapi lupa cara memasak.  Padahal, kata orang tua, keluarga yang utuh selalu diikat dengan rasa masakan yang lezat dari seorang istri.

"Dodo mau gak yah kalau dimasakin tumis kangkung?" bisik hati Diah.

Dulu Dodo suka nambah makannya kalau lauknya tumis kangkung.  Kalau ada kegiatan di sekolah, Diah sering makan bareng Dodo di warung dekat sekolah yang terkenal dengan kelezatan tumis kangkungnya.  Sederhana tapi mengena.  Langsung di jantung.

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun