"Tujuh."
"Oh, berarti putri lebih tua setahun. Â Putri kelas delapan."
"Siapa putri, Tante?" tanya Rara.
"Anak tante."
"Ohh."
"Bagaimana kalau kita jalan ke depan, siapa tahu ada yang jual sarapan," usul Kak Juli.
"Baiklah," jawab Diah.
Mereka berempat menyusuri jalan aspal yang beberapa bagiannya sudah terkelupas. Â Sudah bolong-bolong. Â Kata Tri Supriyohadi, itulah bolong-bolong korupsi. Â Setiap bolong ada catatan namanya. Â Ada nama camat. Â Ada nama lurah. Â Ada nama bupati. Ada nama pemborongnya.
Ah, kenapa ingat laki-laki yang selama ini bertepuk sebelah tangan itu?
Tangan Tri sebetulnya dua, tapi sayang yang satu tak digerakkan sehingga bertepuk hanya sebelah tangan. Â Diah tak pernah mempedulikan cinta Tri. Â Diah tak mau dikatain sebagai pemangsa daun muda. Â Terlalu jauh jarak usianya. Â Cinta juga punya logika. Â Kalau buta banget kan bisa terperosok-perosok.
Semoga dia bisa menemukan perempuan yang lebih layak. Â Amin.