Ibu hanya tersenyum.
"Ibu seperti sedang membawa beban yang berat. Â Kalau boleh, bagilah beban itu sama Diah, biar ibu tak lagi terbebani," kata Diah.
"Diah, tolong ambilkan air minum!" pinta ibu.
Ibu minum seperti seseorang yang memang sehabis berjalan jauh. Â Atau sehabis menanggung beban yang cukup berat. Â Lalu, menghela nafas lega.
"Di, kamu pasti sudah mendengar cerita dari Karti, kan?" tanya ibu.
"Tidak usah ibu ceritakan sekarang. Â Ibu masih lemah. Â Tunggu waktu sampai ibu benar-benar sehat. Â Diah akan sabar menunggu kok, Bu," kata Diah saat melihat wajah ibu yang juga mulai pucat.
"Tapi, sepertinya ibu sudah hampi sampai di ujung jalan itu, Di. Â Ibu takut kalau ibu sudah dipanggil terlebih dulu sebelum ibu menceritakan hal ini kepadamu, Nduk."
Masih sore. Â Tapi rumah sakit kecil itu terasa sepi. Â Memang hanya beberapa orang yang dirawat di rumah sakit itu. Â Orang yang sakitnya agak parah memang langsung dirujuk ke rumah sakit kabupaten. Karena rumah sakit kecil ini peralatannya masih peralatan-peralatan sederhana. Â Sehingga, di rumah sakit itu hanya untuk rawat inap orang-orang yang sakit ringan tapi harus istirahat.Â
Diah menarik nafas. Â Agak panjang. Â Ada pertarungan yang belum usai. Â Ada pergumulan yang hendak saling mematikan. Â Antara keinginan untuk secepatnya tahu dengan keinginan ibu secepatnya sembuh.
(Bersambung)
Â