Lalu siapa ayah Diah yang sebenarnya?
Yu Karti hanya diberi amanat untuk bercerita hanya sampai di situ. Â Untuk yang lebih dari itu, Yu Karti geleng kepala. Â Tak tahu. Â Hanya ibu yang tahu.
Hingga kini, ibu juga belum mau membuka mulut. Â Padahal, ibu juga tahu, sangat tahu kalau Diah sangat menunggu. Â Menunggu kabar tentang seseorang yang seharusnya dipanggil bapak.
Hal ini tentunya bukan karena Diah sangat membenci bapaknya. Â Bukan. Â Diah sedang berusaha. Â Walau belum tuntas benar. Â Akan selalu menghormati laki-laki yang telah membuatnya luka.Â
Hanya saja, Diah memang perlu sejarah. Â Sejarah tentang orangtua yang menyebabkannya turun ke dunia fana ini. Â Diah tahu, sangat tahu. Â Seseorang memang tak mungkin dapat memilih siapa orangtuanya. Â Sedang orangtua bisa mempertimbangkan mau punya anak atau tidak.
Yu Karti sudah meninggal. Â Tak mungkin Diah bertanya kepadanya.Â
Diah ingin sekali kalau di hari-hari ini, Diah dapat mendengar dari mulut ibu sendiri, siapa laki-laki yang sepantasnya dipanggil bapak olehnya. Â Semoga harapan Diah akan terwujud. Â Biar tidak penasaran seumur hidup.
"Mbak, ibu pingsan!" kata Afra mengagetkan.
"Kenapa?"
"Tidak tahu, Mbak. Â Tiba-tiba saja pingsan."
"Sudah pernah seperti ini?"