Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Berkaca Pada Kantor DPP PAN

17 April 2015   17:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:58 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Manjadi ketua umum partai itu harus kaya.  Semua biaya partai harus ditanggung oleh sang ketua umum.  Jangan berharap jadi ketua umum sebuah partai kalau masih kere.

Kalau ketua umum partai harus kaya, maka yang muncul sebagai ketua umum partai pastilah saudagar.  Saudagarnya juga bukan sembarang saudagar.  Saudagar yang berani menjadi ketua umum harus orang yang hebat.  Karena hanya orang hebat yang bisa menjadi saudagar kaya.

Kenapa?

Dunia usaha yang bisa melahirkan saudagar kaya harusnya dunia yang kompetitif.  Hanya yang mampu melihat kemungkinan yang bisa muncul ke permukaan.  Siapa pun.  Tanpa pandang bulu.

Tapi, negeri ini bukan negeri seperti dalam mimpi.  Saudagar kaya biasanya justru yang bisa bermain siasat.  Tanpa siasat jitu, usaha apa pun dan kapan pun, hanya akan berakhir pada kebangkrutan.

Menjadi politisi bagi seorang saudagar jelas sebuah kecelakaan.  Karena politik negeri ini masih kotor.  Sehingga wajar jika orang ada yang bilang, hanya orang kotor yang mau berkotor-kotor ria.  Sehinga kita juga bisa menyimpulkan, hanya pengusaha yang sejalan dengan politik negeri ini yang mau menerjuni politik.

Maka jadilah partai politik seperti sebuah perusahaan.  Lebih parah lagi, perusahaan pribadi.  Sehingga rakyat pun tak lagi bisa memberi mandat kepada partai.  Rakyat akhirnya menggadaikan suaranya demi sesen dari pengusaha yang memang dunianya begitu.

Politikus kotor dan pengusaha kotor bisa menjadi pengambil keputusan.  Hasilnya, penjarahan kekayaan negeri oleh para pengusaha asing dengan kompradornya.  Para bupati atau wali kota bahkan ada yang menyebutnya hanya sebagai centeng berjas belaka.

Lalu hendak kemana negeri ini?

Kembalikan politik pada politikus.  Tentu politikuis yang bernurani.  Politikuis yang memperjuangkan rakyat yang diwakilinya.

Pengusaha kembalilah ke habitatnya.  Jangan mengeruhi jagat politiki dengan mental untung ruginya.

Kantor DPP PAN yang hingga kini belum terwujud adalah dampak dari pengelolaan politik oleh para saudagar yang selalu melihat segalanya dengan kacamata untung rugi.  Politik sudah tergadai.

Semoga menjadi sebuah renungan.  Masa partai sebesar PAN terlantar.  Po0litikus harus merumuskan yang terbaik.  Untuk melepaskanm diri dari belenggu para saudagar dan kembali ke ibu kandung yang selama ini dikhianati yaitu R A K Y A T.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun